MAKALAH
MODEL-MODEL BISNIS DAN PRAKTEK MAL-BUSNESS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi yang sangat dramatis dalam beberapa tahun terakhir telah membawa dampak transformational pada berbagai aspek kehidupan, termasuk di dalamnya dunia bisnis. Salah satu konsep yang dinilai merupakan paradigma bisnis baru adalah e-bussiness atau dikenal pula sebagai kajian yang relatif masih baru dan akan terus berkembang, e-bussiness berdampak besar pada praktek bisnis, setidaknya dalam hal penyempurnaan direct marketing, transformasi organisasi, dan redefinisi organisasi. Model bisnis ini menekankankepada semua orang agar dapat menilai bisnis apa yang baik dan bisnis apa yang tidak baik untuk dikerjakan.
Oleh karena itu, dalam dunia bisnis yang semakin berkembang saat ini, sangat penting untuk mengetahui apa itu E-Business dan apa itu praktek Mal Bisnis sehingga kita dapat berbisnis dengan baik.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan E-Business ?
2. Apa saja model-model E-Business ?
3. Apa saja faktor-faktor penggerak e-business?
4. Apa yang dimaksud dengan praktek mal bisnis ?
5. Apa saja jenis-jenis praktek mal bisnis ?
C. Tujuan Masalah
Tujuan masalah pada makalah ini yaitu:
1. Untuk memahami apa itu E-Business
2. Untuk mengetahui apa saja model-model E-Business
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penggerak e-business
4. Untuk memahami dan mengetahui apa itu praktek mal bisnis
5. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis dari praktek mal bisnis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian E-Business
E-Business adalah aktifikasi bisnis yang dijalankan seluruhnya atau secara signifikan dengan menggunakan teknologi semacam internet. Banyak orang mengasumsikan bahwa e-Commerce dan e-Business adalah sama. Istilah e-Commerce dan e-Business mungkin kedengarannya sama tapi secara teknis sebenarnya keduanya berbeda. Keduanya memang memiliki huruf “e‟ yang mengindikasikan penggunaan elektronik termasuk internet dan EDI (electronic data interchange) untuk mengembangkan proses bisnis.
Secara definisi e-Commerce merupakan bagian dari e-bisnis, namun tidak semua e-Business berarti e-Commerce. E-Commerce lebih sempit jika dibandingkan e-Business, di manae-Commerce adalah sub perangkat dari e-Business. Di mana e-Business sangat luas, menunjuk kepada penggunaan teknologi untuk menjalankan bisnis yang memberikan hasil, memberikan dampak yang besar kepada bisnis secara keseluruhan.
E-Commerce mengacu kepada penggunaan internet untuk belanja online, seperti untuk belanja produk dan jasa. Contohnya terjadi ketika konsumen meng-order tiket, buku atau hadiah, produk berwujud maupun tidak berwujud melalui internet.
Jadi pengertian e-commerce adalah proses transaksi jual beli yang dilakukan melalui internet proses transaksi jual beli yang dilakukan melalui internet dimana website digunakan sebagai wadah untuk melakukan proses tersebut.[1]
Dalam aplikasi e-business harus ditunjang oleh beberapa pilar dan infrastruktur, terdapat empat pilar utama e-business sebagai berikut:
1) Pelaku E-Business, meliputi pembeli, penjual, perantara, manajemen, dan staf system informasi.
2) Kebijakan publik meliputi pajak, perundang-undangan, nama domain dan seterusnya.
3) Standar teknis baik untuk dokumen, keamanan, protocol jaringan, maupun pembyaran.
4) Organisasi yaitu mitra bisnis, pesaing, asosiasi dan instansi pemerintah.
B. Model-Model Bisnis
Adapun model-model e-busines dapat dikategorikan menjadi Sembilan model bisnis, yaitu:
1) Virtual Storefront, yang menjual produk fisik atau jasa secara on-line, sedangkan pengirimannya menggunakan sarana-sarana tradisional.
2) Marketplace Concentrator, yaitu yang memusatkan informasi mengenai produk dan jasa dari beberapa produsen pada satu titik sentral.
3) Information Brokerme, yaitu yang menyediakan informasi mengenai produk, harga dan kesediaannya dan terkadang menyediakan transaksi.
4) Trabsaction Broker, yaitu pembeli dapat mengamati berbagai tariff dan syarat pembelian, namun aktifitas bisnis utamanya adalah memfasilitasi transaksi.
5) Electronic Clearinghouses, yaitu menyediakan suasana seperti tempat lelang produk, dimana harga dan ketersediaan selalu berubah tergantung pada reaksi konsumen.
6) Reserve Auction, yaitu konsumen mengajukan tawaran kepada berbagai penjual untuk membeli barang atau jasa dengan harga yang disfesifikasi oleh pembeli.
7) Digital Product Delivery, yaitu menjual dan mengirim perangkat lunak, multimedia, dan produk digital lainnya lewat internet.
8) Content Provider, yaitu yang memperoleh pendapatan melalui penyediaan kontan. Pendapatan dapat dihasilkan dari biaya langganan atau biaya akses.
9) Online Service Provider, yaitu menyediakan layanan dan dukungan bagi para pemakai perangkat lunak
C. Faktor-Faktor Penggerak E-Business
Jika dikaji secara sungguh-sungguh perkembangan dari implementasi konsep dasar e-Business di sebuah industri atau negara sangat ditentukan oleh desakan faktor dari luar (external driving forces). Paling tidak ada empat faktor desakan yang saling berkonvergensi satu dengan lainnya yang secara signifikan akan menentukan percepatan implementasi konsep e-Business, yaitu:
1) Customer Expectations
Paradigma baru menekankan pentingnya pelanggan ditempatkan sebagai titik awal atau acuan dari penyusunan konsep bisnis sebuah perusahaan. Dewasa ini seorang pelanggan tidak cukup dapat dipuaskan dengan baiknya kualitas sebuah produk yang ditawarkan. Pelanggan bersangkutan mengharapkan adanya pelayanan pra dan pasca jual yang baik.
2) Competitive Imperative
Globalisasi telah membentuk sebuah arena persaingan dunia usaha yang sangat ketat. Hampir semua perusahaan di dunia dapat melakukan kompetisi secara terbuka di lingkungan pasar bebas. Tentu saja hal ini menimbulkan dampak yang sangat besar bagi keberadaan sebuah perusahaan. Pelanggan akan dengan mudahnya membandingbandingkan kualitas produk dan pelayanan antar perusahaan dari hari ke hari. Dengan prinsip selalu mencari yang murah, lebih baik, dan lebih cepat, maka secara tidak langsung perusahaan dipaksa untuk menyusun dan mengembangkan sebuah model dan strategi bisnis yang tepat.
3) Deregulation
Harus diakui pula bahwa secara makro deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah maupun negara-negara lain (disamping keberadaan lembaga-lembaga dan komunitas dunia semacam WTO, APEC, AFTA, dan lain-lain) telah turut mewarnai bentuk dunia usaha di masa mendatang, terutama yang berkaitan dengan konsep perdagangan bebas antar negara dan industri. Ditiadakannya pajak masuk produk-produk impor, dibebaskannya kuota ekspor produk, disatukannya berbagai mata uang asing (single currency), dialirkannya informasi secara bebas, tentu saja telah memaksa lingkungan dunia usaha menjadi lebih efisien dari masa ke masa.
4) Teknologi
Faktor terakhir dan menentukan dalam mengimplementasikan konsepe-Business adalah kemajuan teknologi informasi, yang didominasi oleh percepatan perkembangan teknologi komputer dan telekomunikasi. Fungsi dari teknologi informasi tidak hanya kritikal bagi perkembangan e-Business (enabling function) tetapi justru telah menjadi penggerak dari dimungkinkannya pengembangan modelmodel bisnis baru yang tidak terpikirkan sebelumnya. Dengan e-business aliran informasi dari perusahaan ke pelanggan, pemasok, pemerintah, pemilik modal dan masyarakat haruslah dikelola dengan baik. Pengelolaan informasi pada perusahaan tergantung pada strategi yang diterapkan dan dukungan eksekutif, manajer dan karyawan. Dengan dukungan sarana dan prasarana maka diharapkan aliran informasi perusahaan akan cepat, tepat dan akurat, dengan demikian perusahaan akan dapat mempertahankan hidupnya, memperoleh keuntungan dan dapat berkompetisi dengan sehat.[2]
D. Pengertian Mal Bisnis
Praktek mal bisnis adalah praktek-praktek bisnis yang tidak terpuji karena merugikan pihak lain dan melanggar hukum yang ada. Perilaku yang ada dalam praktek bisnis mal sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam Al-Qur’an.[3]
Praktek mal bisnis di sini artinya adalah mencakup semua perbuatan yang tidak baik, jelek, secara moral terlarang, membawa akibat kerugian bagi pihak lain, maupun yang meliputi aspek hukum pidana yang disebut bussines crimes atau business tourt.
Business crimes adalah tindak pidana dalam bisnis, yaitu perbuatan-perbuatan tercela yang dilakukan oleh pebisnis atau pegawai suatu bisnis baik untuk keuntungan bisnisnya maupun yang merugikan bisnis pihak lain. Adapaun business tourt adalah perbuatan yang tidak terpuji yang dilakukan oleh usahawan yang merupakan pelanggaran terhadap pengusaha lain. Di Indonesia kedua praktek ini dianggap sebagai kejahatan bisnis.
Al-Qur'an sebagai sumber nilai, memiliki nilai-nilai prinsip untuk mengenali prilaku-prilaku yang bertentangan dengan nilainya. Oleh karenanya ada beberapa term yang digunakan dalam menyebut praktek mal bisnis, diantaranya al-bhatil, al-fasad, dan adz-dzalim sebagai landasan atau muara perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Al-Qur’an.[4]
Al-bathil berasal dari al-buthlu dan al-buthlan, berarti kesia-siaan dan kerugian, yang menurut syara’ mengambil harta tanpa pengganti hakiki dan tanpa keridhaan dari pemilik harta yang diambil tersebut.
Al-fasad sendiri yang berasal dari kata dasar f-s-d berarti kerusakan, kebusukan, yang tidak sah, yang batal, lawan dari perbaikan, atau sesuatu yang keluar dari keadilan baik sedikit maupun banyak, atau juga kerusakan yang terjadi pada diri manusia, benda dan lain-lain. “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kami dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padapadahal kamu mengetahuinya.”
Sedangkan Azh-zulm terambil dari kata dasar zh-l-m bermakna, meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, ketidakadilan, penganiayaan, penindasan, tindakan sewenang-wenang, kegelapan. Zhalim adalah tidak adanya cahaya,merupakan gambaran dari kebodohan, kesyirikan. Dalam konteks hukum menurut ar-Raghib, kezhaliman dibagi tiga; pertama, kezhaliman manusia terhadap Allah seperti kufur, syirik, nifak. Kedua, kezhaliman antar sesama manusia. Dan ketiga, kezhaliman terhadap diri sendiri. Dalam konteks hubungan kemanusiaan, al-Qur’an pada beberapa tempat menyatakan kandungan makna kezhaliman sebagai landasan praktek yang berlawanan dengan nilai-nilai etika, termasuk dalam mal bisnis.
E. Jenis-Jenis Praktek Mal Bisnis
1) Riba
Riba dari segi bahasa berarti ziyadah (kelebihan) atau tambahan. Sedangkan menurut istilah syara’, berarti bertambahnya harta (dalam pelunasan hutang) tanpa imbalan jasa apapun. Dalam al-Qur’an pengertian riba dipakai untuk istilah bunga. Tetapi dari segi ekonomi riba berarti surplus pendapatan yang diterima dari debitur sebagai imbalan karena menangguhkan untuk waktu atau periode tertentu.[5] Riba dilarang bukan hanya di kalangan kaum Muslim saja tetapi juga dilarang di kalangan agama lain, terutama agama samawi. Islam menganggap riba sebagai kejahatan ekonomi yang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat, baik itu secara ekonomis, moral, maupun sosial. Oleh karena itu al -Qur'an melarang kaum muslimin untuk memberi ataupun menerima riba.
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya: Orang-orang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan berdirinya seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah mengahalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa yang mengulanginya, maka mereka itu lah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.(Q.S al-Baqarah :275)
Dalam mengungkap rahasia makna riba dalam al-Qur’an, ar-Razi menggali sebab dilarangnya riba dari sudut pandang ekonomi, dengan beberapa indikasi sebagai berikut;
a) Riba tak lain adalah mengambil harta orang lain tanpa ada nilai imbangan apapun. Padahal, menurut sabda Nabi harta seseorang adalah seharam darahnya bagi orang lain.
b) Riba dilarang karena menghalangi pemodal untuk terlibat dalam usaha mencari rezeki. Orang kaya, jika ia mendapatkan penghasilan dari riba, akan bergantung pada cara yang gampang dan membuang pikiran untuk giat berusaha.
c) Riba biasanya pemodal semakin kaya dan bagi pe-minjam semakin miskin, sekiranya dibenarkan maka yang ada orang kaya menindas orang miskin.
2) Perjudian (qimar atau maisir)
Adapun judi dalam bahasa arab disebut al-maisir, al-qimar, rahanahu fi al-qimar li'bun qimar, muqamarah, maqmarah (rumah judi). Termasuk dalam jenis judi adalah bisnis yang dilakukan dengan sistem pertaruhan.[7]
Perilaku judi dalam proses maupun pengembangan bisnis dilarang secara tegas oleh al-Qur'an. Judi atau al-maisir ditetapkan sebagai hal yang harus dihindari dan dijauhi oleh orang yang beriman bersama dengan larangan khamr dan mengundi nasib, karena termasuk perbuatan syetan. Firman pertama yang ditunjukkan pada kejahatan ini menyatakan bahwa kejahatan judi itu jauh lebih parah daripada keuntungan yang diperolehnya. Hal ini ditunjukkan dalam Q.S. al-Maidah (5) ayat 90:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.
Ayat itulah pertama kali dibicarakan mengenai judi berupa celaan sebagai suatu kejahatan sosial. Langkah berikut dan final adalah melarang perjudian dilakukan bersama-sama. Sedangkan dalam ayat lain dijelaskan bahwa semua bentuk perjudian atau taruhan itu dilarang dan dianggap sebagai perbuatan dzalim dan sangat dibenci. Kata maisir dalam bahasa Arab yang arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja, oleh karena itu disebut berjudi.
3) Probabilitas atau resiko (gharar)
Gharar pada arti asalnya adalah al-khida’, yaitu sesuatu yang tidak diketahui pasti benar atau tidaknya. Dari arti itu, gharar dapat berarti sesuatu yang lahirnya menarik, tetapi dalamnya belum jelas diketahui dan menimbulkan kebencian.[8]
Bisnis gharar dengan demikian adalah jual beli yang tidak memenuhi perjanjian yang tidak dapat dipercaya, dalam keadaan bahaya tidak diketahui harganya, barangnya, kondisi, serta waktu mem-perolehnya. Dengan demikian antara yang melakukan transaksi tidak mengetahui batas-batas hak yang di-peroleh melalui transaksi tersebut. Dalam konsepsi fiqh, termasuk didalamnya jenis gharar adalah membeli ikan dalam kolam, membeli buah-buahan yang masih mentah di pohon. Praktek gharar ini, tidak dibenarkan salah satunya dengan tujuan menutup pintu bagi perselisihan dan perebutan dua belah pihak.[9]
Didalam kontrak bisnis, gharar berarti melakukan sesuatu secara membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi; atau megambil resiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan persis apa akibatnya, atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensinya. Dalam segala situasi tersebut, di situ selalu hadir suatu resiko. Gharar bisa tampil sebagai cermin ketidakadilan. Gharar dikaitkan dengan perjudian, sebab adanya unsur ketidakpastian yang berarti mirip dengan taruhan dalam perjudian, tentang akibat yang bakal terjadi, yang cenderung sepihak, salah satu pihak tidak tahu apa yang tersimpan atau akan diperolehnya pada akhir suatu transaksi. Sementara dalam perjudian, masing-masing pihak sama-sama menghadapi kosekuensi kalah atau menang.
Jadi meskipun dari segi konsep dan praktek berbeda, keduanya, gharar dan judi memiliki akibat yang sama, yaitu salah satu pihak mendapatkan keuntungan yang tidak adil (menjadikan salah satu pihak menarik pihak lain ke posisinya yang dirugikan), yang berarti ada unsur memakan harta sesama dengan cara bathil. Disamping itu akibatnya terjadi kekecewaan dan kebencian, karena disamping prinsip keadilan yang harus ditegakkan dalam bisnis yang harus memperhatikan prinsip kerelaan 'antaradzin' antara pelaku bisnis.
4) Penipuan (al-gabn dan tadlis)
Al-gabn menurut bahasa bermakna al-khida' yang berarti penipuan. Dikatakan: Ghabanahu ghabnan fi al-bay' wa asy-syira'; khada'au wa ghalabahu (dia benar-benar menipunya dalam jual beli yaitu menipunya dan menekannya. Ghabana fulanan; naqashahu fit-tsaman wa ghayyarahu (dia menipu seseorang yaitu dengan me-ngurangi dan merubah harganya). Ghabn adalah membeli harga dengan lebih tinggi atau lebih rendah dari harga rata-rata. Penipuan model ghabn ini disebut penipuan bila sudah sampai taraf yang keji.30 Adapun penipuan (tadlis) adalah penipuan, baik pada pihak penjual maupun pembeli dengan cara menyem-bunyikan kecacatan ketika terjadi transaksi. Dalam bisnis modern perilaku ghabn atau tadlis bisa terjadi dalam proses mark-up yang melampaui kewajaran atau wanprestasi.
Penipuan (bedrog), dalam KUHD Perdata Indonesia pengaturannya terdapat dalam pasal 1328. dengan penipuan dimaksudkan penyesatan dengan sengaja oleh salah satu pihak terhadap pihak lawan janji dengan memberikan keterangan-keterangan palsu disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya agar memberikan perijinannya, dimana jelas bahwa kalu tidak karena tipu muslihat itu, dia tidak membuat perikatan yang bersangkutan atau paling tidak, tidak dengan syarat yang telah disetujuinya. Di sini pihak tertipu memang telah menyatakan perizinannya, namun merupakan perizinan dan kehendak yang tidak murni, kehendak yang sesat karena tindakan penipuan pihak lawan janji. Jadi di sini kehendaknya adalah cacat, yang disebabkan oleh perbuatan lawan janji yang melakukan tipu muslihat.[10]
Dasar penipuan ini dapat merujuk hadist riwayat Abu Hurairah;
Dari Abu Hurairah (dilaporkan bahwa) Ia mengatakan; Rasulullah SAW pernah lewat pada seseorang yang sedang menjual bahan makanan, lalu Rasulullah memasukkan tangannya ke dalam bahan makanan itu, lalu ternyata bahan makanan tersebut tipuan. Maka Rasulullah bersabda, "tidak termasuk golongan kami orang yang menipu."
Dengan aksioma kebenaran ini, maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian dalam bisnis. al-Qur'an menegaskan agar dalam bisnis tidak dilakukan dengan cara-cara yang mengandung kebatilan, kerusakan dan kedzaliman, sebaliknya harus dilakukan dengan kesadaran dan kesukarelaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan, bahwa kita boleh melakukan bisnis asalkan bisnis yang kita lakukan adalah bisnis yang baik bagi kita maupun orang lain (tidak mendzhalimi salah satu pihak). Berbisnis tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang Allah larang seperti halnya mengambil keuntungan terlalu besar (riba), perjudian (maysir) Probabilitas atau resiko (gharar), dan penipuan (al-gabn dan tadlis).
B. Saran
Semoga pembahasan dari makalah ini dapat bermanfaat untuk semua orang yang membacanya, dan berusaha untuk memahaminya agar bisa berbisnis sesuai yang Allah perintahkan dan menjahui praktek mal bisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Afzalurrahman, 1996. Doktrin Ekoomi Islam, alih bahasa Suroyo dan M. Nastangin cet. 1. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.
Al-Asad, Ahmad Muhammad dan Fathi Ahmad Abd Karim. 1999. Sistem, Prinsip, dan Tujuan Ekonomi Islam, alih bahasa Imam Saefuddin, Bandung: Pustaka Setia.
Ambo Aco1, Andi Hutami Endang, JunalAnalisis Bisnis E-Commerce, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
An-Nabhani, Taqiyyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, alih bahasa Maghfur Wachid, Surabaya: Risalah Gusti.
Ariyadi, Bisnis Dalam Islam, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, (Pelangka Raya, Vol. 5, No. 1, Juni 2018.
Ar-Razi, Fakhruddin Muhammad. tt. Tafsir al-Kabir, Tuhran: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Az-Zuhaily, Wahbah. 1989. al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh, juz. 4 Beirut: Dar al-Fikr.
Suwantoro. 1999. Aspek-aspek Pidana di Bidang Ekonomi, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Dalam Islam: Kajian terhadap masalah cacat Kehendak (Wilsgebreken), dalam Jurnal Penelitian Agama, No. 21Th VII Januari April 1999
[1] Ambo Aco1, Andi Hutami Endang, Junal Analisis Bisnis E-Commerce, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
[2] Ambo Aco1, Andi Hutami Endang, Junal Analisis Bisnis E-Commerce, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
[3] Ariyadi, Bisnis Dalam Islam, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, (Pelangka Raya, Vol. 5, No. 1, Juni 2018
[6] Fakhruddin Muhammad ar-Razi, Tafsir al-Kabi, h.87
[9]Ahmad Muhammad al-Asad dan Fathi Ahmad Abd Karim, Sistem, Prinsip, dan Tujuan Ekonomi Islam, h. 93 dan 95
[10] Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Dalam Islam: Kajian terhadap masalah cacat Kehendak (Wilsgebreken), dalam Jurnal Penelitian Agama, No. 21Th VII Januari April 1999
Mohon Maaf Jika Contoh Makalahnya Tidak Bisa Di COPY PASTE
Silahkan Download Filenya
Di Sini(Google Drive)
Silahkan Download Filenya
Di Sini(Google Drive)