MAKALAH "Substansi Inovasi Pengembangan Nilai Agama"


MAKALAH "Substansi Inovasi Pengembangan Nilai Agama"

BAB II
PEMBAHASAN
     A.    Inovasi
Pengembangan menghadapi permasalahan seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, seyogianya pemerhati dan praktisi pendidikan anak pra-sekolah pun perlu menentukan sikap dan berupaya untuk memenuhi tuntutan jaman yang senantiasa mengalami perubahan yang berarti. Dalam dunia pendidikan kita mengenal perlu adanya sikap kritis dalam rangka mencari solusi permasalahan yang muncul, dengan istilah Inovasi Kurikulum. Atau inovasi adalah gagasan, perbuatan atau sesuatu yang baru dalam konteks sosial tertentu dan pada suatu jangka waktu tertentu, untuk menjawab masalah yang dihadapi. Sesuatu yang baru mungkin sudah lama dikenal tetapi belum dilakukan perubahan. Adapun yang melatarbelakangi esensi inovasi dalam bidang pengembangan pembelajaran adalah munculnya berbagai kendala dan kelemahan, serta kekuranglengkapan yang ada di lingkungan penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Lembaga penyelenggaraan pendidikan, baik negeri maupun swasta, seharusnya memiliki kepekaan dan tanggap terhadap keadaan seperti itu dan bersedia mencari kelemahan kurikulum dan perangkatnya. Untuk itu, perlu dicarikan jalan pemecahannya, baik dalam segi relevansi pendidikan, mutu lulusan, efisiensi dan efektifitas pengelolaan, serta masalah struktur pendidikan guru termasuk di dalam taman kanak-kanak. Oleh karena itu, pihak praktisi pendidikan perlu melakukan inovasi. Itu berarti bahwa disain kurikulum dan pengembangan perlu diperbaharui untuk menjangkau kualitas lulusan yang diharapkan. Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru dalam rangka mengembangkan cinta belajar pada diri anak adalah sebagaiberikut:
  1.    Kasih sayang
  2.     Perlindungan dan perawatan;
  3.     Waktu yang diberikan kepada anak
  4.    Lingkungan belajar yang kondusif;
  5.    Belajar bersikap adalah belajar nilai;
  6.    Belajar moral di usia dini. [1]
            Untuk mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada diri anak, diperlukan berbagai macam metode dan pendekatan. Metode dan pendekatan ini berfungsi sebagai nilai untuk mencapai tujuan. Dalam menentukan pendekatan, guru perlu mempertimbangkan berbagai hal seperti tujuan yang hendak dicapai, karakteristik anak, jenis kegiatan, nilai/kemampuan yang hendak dikembangkan, pola kegiatan, fasilitas/media, situasi dan tema/sub tema yang dipilih.Pembelajaran konstekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata anak dan mendorong anak membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran konstekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, antara lain adalah konstruktivisme, refleksi dan penilaian sebenarnya. Beberapa model pendekatan yang sesuai dengan karakteristik dunia anak taman tanak-kanak antara lain bermain peran, karyawisata, bercakap-cakap, demonstrasi, proyek, bercerita, pemberian tugas dan keteladanan serta bernyanyi.

  B.      Substansi Inovasi Pengembangan Nilai Agama
Mencermati berbagai masalah dalam kaitannya dengan inovasi pada bidang pertengahan nilai-nilai agama di taman kanak-kanak, maka perlu dilakukan inovasi dalam beberapa bagian kurikulum dan pembelajaran. Seperti disain kurikulum yang akan diterapkan, disain kegiatan pembelajaran yang direncanakan, dan disain kegiatan harian dalam aktifitas kegiatan belajar sekolah. Conny R. Semiawan (1995), memberi alternative inovasi dalam rangka meningkatkan efektivitas kegiatan belajar mengajar bagi peserta didik, antara lain :
1.      Adanya Kurikulum Terpadu (Integrated Curriculum)
Dari segi konsep, Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak tahun 1994 telah memenuhi kebutuhan anak dalam belajar sambil bermain di taman kanak-kanak. Namun, khusus untuk materi pengembangan nilai-nilai agama, hingga saat ini masih belum mencantum secara rinci dan pasti. Dalam pandangan kurikulum seyogianya hal tersebut harus ada dan merupakan satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh, serta antara satu tema atau kemampuan, dapat dihubungkan dengan teman atau kemampuan yang lainnya.
2.      Adanya Pendekatan Pembelajaran Terpadu (Integrated Learning) Pendekatan pembelajaran
terpadu merupakan suatu pendekatan yang dapat diterapkan pada saat penyampaian materi pelajaran kepada anak. Pendekatan ini menghendaki adanya kreativitas guru untuk mencoba menghubungkan antara satu tema yang sedang dipelajari, dikaitkan dengan tema-tema lain yang secara rasional memang ada hubungannya. Sehingga tanpa disadari oleh anak, mereka mampu mendapatkan pengetahuan yang lebih luas ketika mempelajari tema yang sedang dibahas.
3.      Adanya Hari Terpadu (Integrated Day) Dari kenyataan yang terjadi di lapangan apa yang telah kita lakukan ketika membuat satuan egiatan harian, pada prinsipnya telah menggambarkan adanya suatu program kegiatan belajar mengajar di taman kanak-kanak yang mengarah pada hari terpadu. Satuan kegiatan harian yang saat ini kita kenal, telah memasuki rancangan kegiatan yang memadukan beberapa target kemampuan dasar bagi anak seharian (dalam sehari). Kita mengenal dalam sebuah satuan kegiatan harian target kegiatan dan kemampuan yang hendak dicapai ternyata terpadu secara baik dalam sebuah program harian yang berisi target kemampuan dasar bahasa, daya pikir, keterampilan, dan jasmani. Seyogianya kita merancang satuan kegiatan harian tersebut, materi nilai-nilai agama harus senantiasa mewarnai di setiap kegiatan yang guru dan anak akan lakukan. Berawal dari pemahaman kita bahwa latar belakang perlunya kita melakukan inovasi dalam kegiatan belajar mengajar adalah untuk memberikan pemecahan masalah yang dihadapi pada saat kita melakukan pembelajaran kepada anak didik. Upaya pembelajaran yang diharapkan tentunya tidak bersifat statis dan ala kadarnya, melainkan harus dilakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Untuk mengubah paradigma lama seperti itu, ada beberapa inovasi dalam pendekatan pembelajaran, termasuk dalam mengembangkan nilai-nilai agama bagi anak usia taman kanak-kanak. Inovasi yang dimaksud meliputi :[2]
1.      Pengalaman belajar
Pengalaman belajar tidak sama dengan penguasaan materi pelajaran atau kegiatan mengajar guru. Belajar timbul jika anak terlibat secara aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajar. Apa yang dipelajari anak, pada hakikatnya adalah apa yang dilakukannya, bukan apa yang dilakukan guru. Sebagai bahan ilustrasi, bisa saja bahwa dua orang anak yang berada dalam ruang kelas yang sama, memiliki dua pengalaman belajar yang berbeda, walaupun mereka belajar dari guru dan pada waktu yang sama. Betapapun keduanya berada pada ruang yang sama, mempelajari materi yang sama, dari guru yang sama, akan tetapi besar kemungkinan mereka memiliki pengalaman belajar yang berbeda. Jadi sasaran dari setiap kegiatan pembelajaran dalam rangka pengembangan apapun termasuk nilai-nilai agama, seyogianya adalah menghasilkan pengalaman belajar, bukan materi yang diajarkan guru kepadanya. Kegiatan mengunjungi masjid atau gereja, mungkin bagi anak yang belum pernah mengunjunginya, bisa menjadi pengalaman belajar yang luar biasa hebatnya yang dapat memotivasi anak untuk mengetahui lebih lanjut tentang tempat ibadah tersebut, dan bisa jadi hal itu merupakan pengetahuan yang sangat kuat melekatnya.
2.      Belajar Aktif
Untuk menimbulkan pengalaman anak terhadap sajian materi pelajaran, perlu diupayakan agar anak melakukan aktivitas sesuai yang direncanakan, dan tidak hanya menjadi anak didik yang pasif. Anak hanya akan memperoleh pengalaman tentang substansi materi yang dipelajari jika mereka menjadi anak didik yang aktif.
Dengan perkataan lain anak perlu diberi peluang dan kesempatan sebesar-besarnya untuk aktif ambil bagian, berperan serta sampai mereka betul-betul dapat merasakan manfaat dari pengalaman belajarnya. Sebagai contoh, bila guru akan menjelaskan tata cara atau etika makan menurut ajaran agama, sebaiknya selain guru memberikan contoh peragaan dengan alat makan, guru juga perlu melibatkan beberapa anak untuk menirukan langsung bagaimana etika makan yang benar menurut ajaran nilai-nilai agama. Pada saat anak telah mengetahui langkah-langkahnya, berikan kesempatan anak untuk mengulanginya beberapa kali sampai dia merasa bisa. Selanjutnya berikan kesempatan yang sama kepada anak yang lain secara bergiliran. Demikian juga jika anda akan mengajarkan tata cara berwudhu, biarkan mereka main air terlebih dahulu, jangan dilarang anak berbasah-basahan, namun berikan arahan bagaimana cara berwudhu yang benar, sambil memperagakan cara berwudhu yang sesungguhnya. Namun perlu diingat, sebaiknya sehari sebelumnya, perlu ada koordinasi dengan pihak wali murid agar pada hari praktik tersebut diharapkan anak membawa baju ganti.
Pada ilustrasi di atas, tersirat pernyataan, bahwa untuk memperoleh pengalaman belajar, anak perlu aktif melakukan kegiatan belajar. Kegiatan belajar dan pengalaman belajar adalah dua istilah yang berkaitan erat satu sama lainnya. Perbedaannya adalah pada tingkat perencanaan kurikulum kita menetapkan kegiatan belajar, tetapi pada tingkat evaluasi, kita lihat apakah anak memiliki pengalaman belajar sebagai hasil dari mempelajari materi pelajaran, melalui keaktifannya melakukan kegiatan-kegiatan belajar. Dengan demikian guru perlu berusaha agar kegiatan belajar selalu sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan.
3.      Belajar proses
Proses adalah berbagai cara yang berkaitan dengan peroleh pengetahuan, seperti proses pada pengambilan keputusan, mengevaluasi akibat dari suatu tindakan, dan sebagainya. Saat ini dunia pendidikan juga lebih menekankan pada keterampilan proses dalam melakukan berbagai pendekatan pembelajaran. Pada tataran anak usia taman kanak-kanak wujud nyata kegiatan belajar proses ini dapat ditampilkan melalui keterampilan proses seperti anak diarahkan untuk melakukan kegiatan mengamati sesuatu/observasi, menghitung, mengelompokkan, dan mengkomunikasikan secara verbal atas apa yang telah diamatinya.
Sebagai contoh dalam pengembangan nilai-nilai agama adalah anak diminta untuk memperhatikan/mengamati replika tempat ibadah yang bermacam-macam, lalu anak diminta menghitung banyaknya contoh tempat ibadah yang ada di negara kita, kemudian anak diminta mengelompokkan tempat ibadah dengan umat yang menganut agama tersebut, dan menyebutkannya secara lisan apa yang telah diketahuinya melalui pengamatan tersebut. Seperti ciri-ciri masjid, gereja, candi, dan sebagainya dengan nama pemimpin agama pemimpin masing-masing. Ada beberapa aspek yang akan dijadikan sebagai pembinaan dalam nilai-nilai agama yang perlu diterapkan kepada anak usia pra-sekolah.
a.       Membiasakan Kejujuran
Jujur merupakan etika dan nilai ajaran yang paling tinggi dan mulia yang dianjurkan untuk ditanamkan kepada anak-anak sejak usia dini. Banyak orang tua yang mengajak anak-anaknya kepada kejujuran namun tindakan mereka menjerumuskan kepada kedustaan. Setiap pendidik atau orang tua wajib menanamkan nilai kejujuran pada anak-anak dalam ucapan dan tindakan. Apabila orang tua tidak memiliki perhatian dalam mendidik kejujuran dan etika sejak kecil, maka anak akan menjadi generasi pendusta.
-  Membiasakan keadilan

Untuk Makalah Full atau Selengkapnya Silahkan Download Filenya di Sini(Google Drive)

Soalnya Aku Capek Ngetik hahah Silahkan Tinggalkan Jejak komentar sebagai Tanda Terima Kasih dan Jangan Lupa Share Keteman2 Kalian Yah Melalui Facebook, Oke

Related Posts

Subscribe Our Newsletter