KOPSAK
KONSELING PSIKOANALISIS KLASIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori konseling merupakan upaya untuk menjelaskan proses melalui mana seperangkat kegiatan konseling dimulai, berkembang dan berakhir. Teori konseling dapat melayani sejumlah fungsi; sebagai seperangkat pedoman untuk menjelaskan cara-cara manusia belajar, berubah, dan berkembang. Mengusulkan suatu model perkembangan normal dan bentuk-bentuk ekspresi gangguan perilaku; dan apa yang perlu dilakukan dan dapat diharapkan pada proses konseling. Singkatnya, teori konseling merupakan peta proses konseling, serta apa yang harus dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam proses konseling untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam konseling, kita selalu membutuhkan teori sebagai kerangka kerja guna mengorganisasikan informasi-informasi.
Konselor perlu menggunakan teori sebagai dasar untuk menerapkan asumsi-asumsi tentang sifat konseling dan sifat dasar manusia, menetapkan tujuan umum konseling, menetapkan teknik atau metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, menstrukstur peran dan tanggung jawab konselor dan klien dalam hubungan terapeutik. Melakukan konseling tanpa teori sama halnya dengan terbang ke planet tanpa peta dan instrumen. Di antara kesekian pendekatan tersebut salah satunya adalah psikoanalisis klasik yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.
B. Rumusan Masalah
a. Apa Definisi dari Manusia, Kepribadian, Kasus, Tujuan dan Tekhnik dari Kopsak?
b. Bagaimana penerimaan terhadap klien?
c. Bagaimana sikap dan jarak duduk terhadap klien?
d. Bagaimana kontak mata terhadap klien?
C. Tujuan
a. Supaya dapat mengetahui definisi dari manusia, kepribadian, kasus, tujuan dan tekhnik dari Kopsak.
b. Supaya dapat mengetahui penerimaan terhadap klien.
c. Supaya dapat mengetahui sikap dan jarak duduk terhadap klien.
d. Supaya dapat mengetahui kontak mata terhadap klien.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSELING PSIKOANALISIS KLASIK (KOPSAK)
a. Pengertian kopsak
Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi , berorientasi untuk berusaha membantu individu untuk mengatasi ketegangan psikis yang bersumber pada rasa cemas dan rasa terancam yang berlebih-lebihan (anxiety) sehingga menganggu dalam proses perkembangan individu. Psikoanalisis klasik merupakan sebuah teori yang ditemukan oleh Sighmund Freud pakar psikologi yang merupakan pijakan awal bagi terbentuknya teori-teori baru yang semua merupakan berasal dari dasar, pendalaman, kritik dan saran bagi teori ini.
b. Asumsi tentang manusia
Freud berpendapat bahwa kebanyakan tingkah laku kita di tentukan oleh peristiwa-peristiwa masa lampau, bukan dibentuk oleh tujuan-tujuan sekarang serta kurang mengontrol tindakan-tindakan kita sekarang karena banyak tingkah laku kita berakar dalam dorongan-dorongan tak sadar di luar kesadaran kita. Meskipun kita berpendapat bahwa kita mengontrol kehidupan kita sendiri, namun dalam kenyataannya kita kurang mengontrol kekuatan yang membentuk kepribadian kita. Freud juga berpendapat bahwa kita datang kedunia dalam suatu keadaan konflik dasar, dimana kekuatan dan dorongan hidup beroperasi dalam diri kita dari segi yang bertentangan.
Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, kebutuhan biologis, naluriah dan instinknya. Masa lampau yang mempengaruhi terhadap tingkah laku individu itu sendiri. Tindakan laku individu ditentukan oleh faktor intrapsikis, interpersonal, dan psikis determinisme.[1]
c. Kepribadian
Freud berpendapat bahwa kepribadian telah cukup terbentuk pada akhir tahun kelima, dan bahwa perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan elaborasi terhadap struktur dasar itu. Eksplorasi-eksplorasi mental mereka menjurus kearah pengalaman masa kanak-kanak awal,yang ternyata berperan menentukan terhadap berkembangnya neurosis di kemudian hari.
B. Stuktur kepribadian
a.Id
Id adalah lapisan psikis yang paling besar atau dapat dikatakn dorongan dari dalam diri individu berupa kebutuhan-kebutuhan, keinginan dan kehendak. Dalam id terdapat naluri-naluri dalam bentuk dorongan seksual, sikap agtresig dan keinginan yang direpresi.
b.Ego
Ego merupakan perantara (mediator) antara Id dengan lingkungan. Kegiatannya mengarahkan Id untuk memperoleh sesuatu dalam pemenuhan kebutuhannya. Aktifitas ego bersifat sadar, pra-sadar dan tidak sadar. Ego bersifat sadar contohnya adalah persepsi lahiriah dan persepsi bathiniah. Contoh aktifitas pra-sadar dapat dikemukakan seperti fungsi ingatan. Aktifitas tak sadar dijalankan dengan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism). Ego dikuasai oleh prinsip realitas, dalam arti ego lebih menekankan bagaimana sesuatu yang dibutuhkan dapat terpenuhi dalam dunia nyata. Dalam perwujudannya, prinsip realitas ini tidak boleh dianggap bertentangan dengan prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan kenyataan.
c. Super Ego
Super Ego merupakan rambu-rambu yang menjadi petunjuk individu bertingkah laku dalam usaha memenuhi kebutuhan Id-nya. Super Ego berfungsi untuk menentukan apakah sesuatu itu susila atau tidak, pantas atau tidak pantas, benar atau salah, dan dengan berpedoman kepada isi pribadi akan dapat bertingkah laku sesuai dengan moral-moral yang berlaku di masyarakat
.
Super Ego berfungsi melalui hubungan dengan ketiga unsur kepribadian yaitu dengan cara:
a. Merintangi impuls-impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat.
b. Mendorong Ego untuk lebih mengejar hal-hal yang bersifat moralistis daripada yang realistis.
c. Mengejar kesempurnaan.
D. Dinamika kepribadian
a. Insting
Insting didefinisikan sebagai perwujudan psikologi dari suatu sumber rangsangan somatik dalam yang dibawa sejak lahir. Perwujudan psikologinya disebut hasrat sedangkan rangsangan jasmaniahnya dari mana hasrat itu muncul disebut kebutuhan. Hasrat itu berfungsi sebagai motif tingkah laku. Dengan kata lain insting menjalankan kontrol selektif terhadap tingkah laku dengan meningkatkan kepekaan orang terhadap jenis-jenis stimulus tertentu. Menurut teori freud tentang insting, sumber insting dan tujuan insting akan tetap konstan selama hidup, kecuali jika sumber tersebut diubah atau dihilangkan akibat pematangan fisik.
b. Distribusi dan penggunaan energi psikis
Dinamika kepribadian di tentukan oleh id, ego, dan superego. Karena jumlah energi itu terbatas ketiga sistem mengontrol energi itu dengan mengorbankan kedua sistem itu. Kalau salah satu sistem menjadi lebih kuat maka kedua sistem lain dengan sendirinya menjadi lemah; kecuali energi baru ditambahkan pada seluruh sistem.
Energi id sangat mudah berubah, yang berarti ia dapat dengan mudah dipindakan dari satu gerak atau gambaran ke gerakan atau gambaran lain. Sifat mudah dipindahkan dari insting ini disebabkan karena id tidak mampu mengadakan diskriminasi secara cermat diantara suatu objek-objek. Objek-objek yang berbeda diperlukan seolah-olah sama. Bayi yang lapar, misalnya, akan mengambil apa saja yang dapat dipegangnya dan memasukanya kedalam mulut.
d. Kecemasan
freud memedakan tiga macam kecemasan, realitas atau rasa takut akan bahaya-bahaya nyata didunia luar. Kecemasan neorotik adalah rasa takut jangan-jangan isnting akan lepas dari kendali dan menyebabkan sang pribadi berbuat sesuatu yang bisa membuatnya dihukum. Kecemasan neorotik bukanlah ketakutan tehadap insting-insting itu sendiri melainkan ketakutan terhadap hukuman yang mungkin terjadi jika suatu insting dipuaskan. Kecemasan moral adalah rasa takut terhadap suara hati. Orang-orang yang super egonya berkembang dengan baik cenderung merasa bersalah jika mereka melakukan atau bahkan berfikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma moral dengan dimana mereka dibesarkan. Fungsi kecemasan adalah memperingatkan sang pribadi akan adanya bahaya, iya merupakan isyarat bagi ego bahwa kalau tidak dilakukan tindakan-tindakan tepat, maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.[2]
e. Kasus
Pendekatan teori KOPSAk sangat cocok digunakan pada klien yang mengalami masalah phobia, stres, traumatic, kekecewaan yang berlebihan, frustasi dan rasa tertekan.
f. Tujuan
Tujuan konseling pendekatan Psikoanalaisis Klasik adalah menjadikan hal-hal yang tidak disadari klien menjadi disadarinya. Tujuan itu dicapai dengan membuat konflik-konflik yang tidak dapat disadari menjadi disadari dan dengan menguji dan menjajaki materi yang bersifat intra psikis. Dalam hal ini konselor membantu klien menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak dini dengan menembus konflik-konflik yang direpresi. Setelah pengungkapan materi yang tidak disadari dan mengganggu itu, kemudian konselor berusaha merasionalkan kesan-kesan itu, sehingga klien menyadari bahwa kesan yang dibawanya tersebut tidaklah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Strategi pokok dari konseling Psikoanalisis Klasik ini adalah “khataris”, yaitu usaha melepaskan kesan-kesan yang selalu mendesak dari bawah sadar klien, yang selama ini tidak bisa dilepaskan atau selalu direpresi. Pelepasan kesan-kesan tersebut akan dapat membantu suasana perasaan klien menjadi lega. Untuk itu suasana yang bebas ancaman amat diperlukan dalam kegiatan konseling.
Tujuan konseling dalam pendekatan-pendekatan konseling adalah :
Membantu klien untuk membentuk kembali struktur karakternya dengan menjadikan hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari oleh klien.l
Secara spesifik :
a. Membawa klien dari dorongan-dorongan yang ditekan (ketidaksadaran) yang mengakibatkan kecemasan kearah perkembangan kesadaran intelektual.
b. Menghidupkan kembali masa lalu klien dengan menembus konflik yang direpres.
c. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya.
F. Teknik
a. Assosiasi Bebas
Merupakan alat untuk mengungkapkan bahan-bahan yang terdesak atau yang berada dalam ketidaksadaran klien. Melalui asosiasi bebas, dapat dipanggil kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lampau. Pelepasan emosi-emosi yang tertahan selama ini disebut juga dengan “katarsis”.
Cara melakukan asosiasi bebas ini misalnya dengan mempersilahkan klien untuk tidur berbaring, kemudian mengajak klien dan memberikan kesempatan sebebas-bebasnya untuk menceritakan tentang apa saja yang dirasakan atau yang dialaminya di masa lalu.
b. Analisis Mimpi
Bagi Pendekatan Psikoanalisis, mimpi dianggap penting sebab melalui mimpi dapat diungkapkan kesan-kesan yang direpresi dan mimpi merupakan pemuasan keinginan-keinginan yang tidak dapat dicapai dalam kenyataan. Bagi Freud, analisa tentang mimpi membawa banyak keuntungan, analisa ini dapat meneguhkan hipotesisnya tentang susunan dan berfungsinya hidup psikis dan karena lewat mimpi dapat dibongkar ingatan-ingatan dari masa lampau yang tidak mungkin ditemukan lagi dengan cara lain.
c. Transferensi (pengalihan)
Maksudnya adalah pengalihan objek perasaan pada orang lain, dalam hal ini klien mengarahkan hal apa yang dirasakan dan dimauinya pada konselor, yang selama ini tidak dapat dilakukannya. Melalui transferensi ini memungkinkan klien mampu memperoleh pemahaman atas sifat dari fiksasi-fiksasi dan depresi-depresinya, dan menyajikan pemahaman tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang.
d. Penafsiran
Ini digunakan oleh konselor agar klien mampu menggunakan pikiran dan mengfungsikan kembali kerja ego dan super egonya. Penafsiran dirancang agar klien sedikit demi sedikit dapat menghadapi kenyataan.
Fungsi penafsiran itu adalah mendorong ego klien untuk menstimulasikan bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Penafsiran konselor menyebabkan pemahaman dan tidak terhalangnya bahan-bahan yang tidak disadari pada pihak klien.
B.TEKNIK UMUM
a. Penerimaan terhadap klien
Tahap acceptance (penerimaan) Pada tahapan ini, individu mulai hadir dengan kedamaian dan rasa cinta. Individu mulai menerima kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam hidupnya. Kubler-Ross menyatakan tahapan-tahapan tidak selalu urut, atau dilalui semuanya oleh seorang individu, tapi paling tidak ada 2 langkahyang pasti akan dilalui. Seringkali, individu akan mengalami beberapa langkah berulang-ulang. Seorang individu tidak seharusnya memaksakan proses yang dilaui, Proses duka adalah hal yang sangat personal dan sebaiknya tidak dipercepat (atau diperpanjang). Kebanyakan orang tidak siap menghadapi duka, karena seringkali, tragedi terjadi begitu cepat, dan tanpa peringatan. Individu harus bekerja keras melalui proses tersebut hingga akhirnya sampai pada tahap Penerimaan. Menurut Johnson dan Medinnus (1967) penerimaan didefinisikan sebagai “pemberian cinta tanpa syarat sehingga penerimaan anak terhadap orantua tercermin melalui adanya perhatian yang kuat, cinta kasih terhadap anak serta sikap penuh kebahagiaan dalam mengasuh anak” Sedangkan menurut Coopersmith, 1967(dalam Walgito 1993) penerimaan anak terungkap melalui “perhatian pada anak, kepekaan terhadap kepentingan anak, ungkapan kasih sayang dan hubungan yang penuh kebahagiaan dengan anak”.
Serta pernyataan Coopersmith 1967 (dalam Walgito, 1993 menyatakan pula penerimaan anak dicerminkan dalam perhatian orang tua terhadap anak, tanggap kebutuhan dan keinginan anak, adanya kasih sayang dan kehangatan orang tua dengan anak Definisi lain yang dikemukakan oleh Rogers, 1979 (dalam Safaria, 2005) penerimaan merupakan sikap seseorang yang menerima orang lain apa adanya secara keseluruhan, tanpa disertaipersyaratan ataupun penilaian. Menurut Safaria (2005) faktor-faktor yang menyebabkan cepat atau tidaknya seseorang menerima suatu keadaan yang tidak sesuai dengan harapannya pada dasarnya tidak lepas dari penafsiran orang tersebut terhadap peristiwa yang dialaminya. Seringkali kita cenderung melihat suatu peristiwa dari sisi yang negatif dan jarang sekali kita melihatnya dari sisi positif.Terdapat ciri-ciri orang yang menerima orang lain dijelaskan oleh Suhriana (2011) yaitu mempunyai keyakinan akan kemampuan untuk menghadapi kehidupan, menganggap orang lain berharga, berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya, menerima pujian atau celaan secara objektif, dan tidak menyalahkan atas keterbatasan dan tidak pula mengingkari kelebihan orang lain.
Ciri-ciri penerimaan yang diungkapkan oleh Suhriana (2011) merupakan ciri-ciri yang mudah untuk di ketahui pada individu. Individu tersebut dapat dikatakan menerima orang lain apabila individu telah menghadapi kehidupan dengan segala kemampuannya, menganggap bahwa orang lain itu sangat berharga Engel, 1964 (dalam Hidayat, 2006) menuturkan proses penerimaan mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
1. Fase pertama shock dan tidak percaya. Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bias istirahat, insomnia dan kelelahan.
2. Fase kedua yaitu berkembangnya kesadaran. Seseorang mulai merasakan kehilangan secara nyata dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
3. Fase ketiga yaitu restitusi. Pada fase ini seorang akan berusaha mencoba untuk sepakat atau damai dengan perasaan yang hampa atau kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
4. Fase keempat yaitu menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap seoang yang meninggal. Bisa merasabersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
5. Fase kelima yakni kesadaran kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui dan disadari. Sehingga padafase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kemudian kesadaran baru telah berkembang.[3]
A. Contoh MANKLIEN (Penerimaan Klien)
Menerima klien berkaitan dengan rasa hormat terhadap individu sebagai pribadi yang memiliki harga diri. Ada dua komponen dal hal menerima klien, yaitu : Kemampuan konselor dalam hal menerima kebenaran bahwa individu/klien berbeda satu sama lain, demikian juga cara-cara dan perilaku yang ditampilkan.
Perwujudan diri yang berlangsung dalam pengalaman, bahwa setiap orang memiliki pola yang kompleks dalam berbuat, merasa, bersikap, dan cara betanggung jawab atas diri klien.
Kualitas hubungan dalam konseling juga sangat dipengaruhi oleh kepribadian konselor itu sendiri. Dalam memulai hubungan konseling, konselor hendaknya bersikap: Luwes, yaitu bebas Dalam berbicara dan tidak kaku. Hangat, yaitu salamnya dan senyumnya dari penerimaan konselor terhadap klien dapat menerima orang lain (apa adanya) tidak berpura-pura
Terbuka, yaitu konselor menerima klien dan meluangkan waktu kepada klien untuk konseling menghargai orang lain, tidak mau menang sendiri, Penuh perhatian, bijaksana
Contoh Penerimaan (Acceptenc)
Konselor : “ Bagaimana kabar mba Ita hari ini ?
Ita :” Alhamdulillah baik bu”,
Konselor :Barusan pelajaran apa?”(Konselor duduk dengan tenang sambil sedikit mencondongkan badan pada klien)
Ita :“pelajaran kimia bu”
Konselor : “ Anda suka pelajaran tersebut?atau sebaliknya?
Contoh Penerimaan (Acceptenc)
Konseli : Assalamua’alaikum, siang Bu!
Konselor : Walaikumsalam, siang mbak Fishy! Silahkan duduk! ( sambil berjabat tangan dan mempersilahkan duduk)
Konseli : Bu, maaf yah siang – siang mengganggu Ibu.
Konselor : ahh…tidak apa – apa mbak Fishy. Bagaimana kabarnya mbak? (dengan tersenyum dan memulai percakapan)
Konseli : Alhamdulliah baik Bu.
Konselor : syukurlah kalau begitu, bagaimana kuliahnya?
Konseli : alhamdulillah lancar – lancar saja Bu.
B. KOSJDUK (Sikap dan Jarak Duduk)
Dalam penyelenggaraan konseling jarak duduk ideal antara konselor dengan klien yang sebaiknya adalah antara 80-100 cm. Disamping itu, posisi sikap badan yang sebaiknya adalah :
Duduk dengan posisi badan menghadap klien dan menunjukkan sikap renponsif. Posisi tangan diatas pangkuan dan melakukan gerakan-gerakan tangan yang seiring mengikuti gerakan verbal.
Duduk dengan kepala condong kepada klien untuk menunjukkan bahwa konselor “bersama” klien. Ekspresi wajah hendaknya tidak kaku, tidak dingin, dan tidak juga menyeramkan atau mencemaskan klien melainkan menampilkan senyuman yang tulus dan bersahabat.
C. KONMAT ( Kontak Mata)
Kontak mata yaitu pas photo. Kontak mata yang baik adalah dengan cara melihat kepada klien ketika dia sedang berbicara dan menggunakan pandangan mata yang menunjukkan perhatian dan penerimaan konselor terhadap klien. Dalam kontak mata konselor hendaknya menghindari melihat klien secara tidak terarah, misalnya melihat ke atas, keluar jendela, ke arah buku atau kemna saja selain ke arah klien. Kontak mata merupakan cara yang penting untuk dilakukan oleh konselor. Ketika mencoba membantu orang, harus diingat bahwa kita dapat memberikan isyarat setuju atau menolak secara halus dengan mata kita. Sama halnya, kita dapat menunjukkan perasaan senang, atau memakai isyarat mata untuk menyampaikan pesan bahwa kita serius memperhatikan dan mendengarkan apa yang sedang dikatakannya.[4]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Teori konseling psikoanalisis digolongkan ke dalam pendekatan psikodinamik, afektif, atau konstekstual. Asumsi penting dari teori ini adalah bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan atau instink-instink yang tidak disadari, dan bahwa gangguan perilaku yang dialami oleh manusia pada saat sekarang berkaitan dengan pengalaman kehidupannya di masa lampau, khususnya peristiwa-peristiwa traumatik yang dialami pada masa kanak-kanak serta kompleks terdesak. Kompleks terdesak adalah sekumpulan gerak hati dan dorongan-dorongan yang tidak diterima atau dipenuhi dan yang kemudian ditekan ke alam bawah sadar. Proses konseling psikoanalisa diarahkan pada upaya mengungkap materi-materi kompleks terdesak dan kemudian membawanya ke alam bawah sadar untuk disadari oleh individu. Ini dilakukan dengan cara mengajak klien berbicara, mendorong transferen, menggunakan teknik kontraferensi, asosiasi bebas, serta analisis dan intrepetasi. Kita memiliki akses untuk memecahkan kesulitannya hanya jika ia mampu memperoleh insight tentang hubungan antara kesulitannya dengan materi-materi kompleks terdesak dan pengalaman masa kecilnya.
B.Saran
Mengingat pendekatan merupakan aspek penting dalam pelaksanaan proses konseling, oleh sebab itu bagi calon konselor, dosen, konsultan dan peneliti sangat disarankan untuk memahami secara baik mengenai pendekatan-pendekatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Gardner Lindzey & Calvin S.Hall. 1993. Teori-teori Psikodinamik. Yogyakarta. Kanisius.
Semiun Yustinus. 2006. Teori Kepribadian dan terapi Psikoanalitik. Yogyakarta. Kanisius.
Prayitno. 1998. Konseling Pancaswakita. Padang.
Geldard Kathryn. 2004. Teknik Konseling. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Patraedison, “ Tekhnik umum dalam konseling”, diakses dari (http://digilib.uinsby.ac.id/4847/5/Bab%202.pdf)
ss
[1] Semiun Yustinus, terapi kepribadian & terapi Psikoanalitik, kanisius, Yogyakarta,2006,hlm.114-115.
[3] Patraedison, “ Tekhnik umum dalam konseling”, diakses dari (http://digilib.uinsby.ac.id/4847/5/Bab%202.pdf)
[4] Geldard Kathryn, Teknik Konseling, 2004, Yogyakarta,Pustaka Pelajar, Hlm.102.