MAKALAH KEUANGAN PUBLIK ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah merupakan potret manusia masa lampau, ia merupakan laboratorium kehidupan ysng sesunggahn. Tiap generansi pada jamannya begitupun sebaliknya setiap zaman ada generansinya. Dimensi masa lalu dengan segala persoalannya dari zaman kapanpun selalu saja sampi kepada manusia berikutnya dalam bentuk kebaikan untuk di teladani maupn sesuatu yang buruk sebagai pelajaran untuk tidak di lakukan lagi. Menampilkan pemikiran ekonomi para cendikiawan muslim terkemukakan memberikan kontribusi positif bagi umat islam, setidaknya dalam dua hal, pertama, membantu menemukan berbagai sumber pemikiran ekonomi islam kontemporer dan kedua, memberikan kemungkinan kepada kita untuk mrndapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai perjalanan pemikiran islam selama ini.
Selanjutnya konsep ekonomi para cendikiawan muslim berakar pada hokum islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadis nabi. Ia merupakan hasil interpretasi dari berbagai ajaran islam yang bersifat abadi dan universal, mengandung sejumlah perintah dan prinsip umum dari perilaku individu dan masyarakat serta mendorong umatnya untuk menggunakan akal pikiran mereka. Menarik untuk dikaji kembali salah satu tokoh ekonomi islam di masanya, yaitu Abu Yusuf yang sangat terkenal dengan salah satu karyanya yaitu “Al-Kharaj”. Beliau hidup pada masa khalifah Ar-Rasyid, khalifah dahulah Bani Abbasiyah.
Dalam makalah ini yang menjadi pembahasan adalah dimulai dari biografi Abu Yusuf, kontribusi dan pemikiran Abu Yusuf, analisis kritis mengenai pemikiran Abu Yusuf
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Abu Yusuf
Abu Yusuf yang bernama lengkap Ya’qub Ibrahim ibn Sa’ad ibn Husein al-anshori, yang lahir di Kufah pada tahun 113 H dan wafat pada tahun 182 H. Abu Yusuf berasal dari suku Burjailah, yang merupakan salah satu suku bangsa Arab, dan keluarganya disebut dengan Anshori karena pihak ibu masih memiliki hubungan keluarga dengan kaum Anshar. Beliau adalah seorang murid, guru dan juga hakim. Yang kemudian hidupnya berada di dua masa kepemerintahan dinasti Bani Umayyah dibawah khalifah Marwan bin Muhammad dan dinasti Abbasiyyah di bwaha pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid. Beliau memiliki beberapa karya, yang salah satunya ialah kitab al-Kharaj, kitab yang terpopuler, yang berisikan tentang keuangan negara, pajak tanah, pemerintahan dan musyawarah, yang dengan tiga konsep tersebut bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat melalui efesiensi alokasi sumber daya maksimum.
B. Pengertian Keuangan Publik
keuangan publik merupakan keuangan negara secara menyeluruh, yang mana di dalam sistem keuangan publik tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu pertama adanya pendapatan negara atau disebut public income, yang di dapatkan dari hasil dalam negeri yang berada didalam negeri, maupun hasil negara yang berada di luar negeri, ataupun yang di dapatkan dari asing yang berada di dalam negeri. Pendapatan yang didapat tersebut, biasanya masuk kedalam dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang merupakan anggaran pendapatan dan belanja negara. Kedua, adanya pengerluaran negara, atau dapat dikatakan public expenditures. Adapun pengeluaran negara atau belanja negara Menurut (Undang-undang Pasal 11 Nomor 17 tahun 2003) tentang Keuangan Negara, yaitu (a) belanja pegawai, yang merupakan konpensansi atau gaji yang di berikan oleh para Pegawai Negeri Sipil (PNS), (b) belanja barang, yang digunakan untuk pemeliharaan dan belanja perjalanan dinas, (c) belanja modal, yang digunakan untuk menambah aset negara, (d) pembayaran bunga hutang, (e) subsidi, (f) hibah, (g) bantuan sosial, (h) belanja lain-lain, (i) belanja daerah atau transfer ke daerah. Dikutip dari keuangan publik adalah bagian ilmu ekonomi yang mempelajari aktivitas finansial pemerintah. Yang termasuk dalam pemerintah disini adalah seluruh unit pemerintahan dan institusi atau organisai pemegang otoritas publik lainnya yang dikendalikan dan didanai oleh pemerintah, dan dalam keuangan publik ini menjelaskan belanja dan teknik-teknik yang digunakan oleh pemerintah untuk membiayai belanja tersebut. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keuangan publik merupakan keuangan yang mengatur pendapatan negara dan sumber-sumber penerimaan negara, dan juga mengatur pengeluaran negara, yang digunakan untuk kepentingan publik, kepentingan semua rakyat, yang berada didalam suatu negara, dan juga untuk keberlangsungan kegiatan negara yang secara langsung kegiatan tersebut guna untuk kebutuhan serta menopang aktifitas rakyatnya. Sedangkan keuangan publik menurut ulama kontemporer ialah kumpulan prinsip dan kaidah kekayaan publik yang diambil dari sumber syariat Islam yaitu Al-qur’an, Sunnah dan Ijma, yang menjelaskan dan mengatur akitifitas ekonomi publik keuangan di negara Islam. Islam memiliki pandangan tersendiri mengenai keuangan publik, yang melihat dari manakah sumber-sumber pendapatan negara dan didistrubusikan kemana uang negara. Salah seorang ilmuan Islam yaitu Abu Yusuf yang memiliki pemikiran yang sangat spesifik didalam perekonomian terutama mengenai keuangan public.
C. Kharaj ( Perpajakan)
1. Metode Penetapan Tarif Kharaj
Kharaj merupakan pemikiran utama Abu Yusuf. Dalam hal perpajakan Abu Yusuf memberikan prinsip tentang kesanggupan membayar, pemberian waktu yang longgar bagi pembayar pajak dan sentraliasi pembuat keputusan dalam atministrasi pajak. Dalam hal penetapan pajak, Abu Yusufcenderung menyetujui Negara mengambil bagian dari hasil pertanian dari penggarap dari pada menarik sewadari lahan pertanian. Menurutnya, cara ini lebih adil da akan memberikan kemudahan dalam memperluas tanah garapan. Abu Yusuf dengan tegas menentang pajak tanah pertanian, dan menyarankan penggantian dari pen=mungutan tetap atas tanah, lahan dengan pajak yang sebanding atas penghasilan pertanian, karena hal ini lebih n=besar dan membantu ekstansi dalam area yang ditanami.
Dalam metodepenilaian pajak tanah muqasamah petani dikenakan pajak dengan rasio tertentu dari total produksi yang mereka hasilkan. Rasionya berfariasi sesuai dengan jenis tanaman, sistem isrigasi dan jenis tanah petanian. Selanjutnay menurut beliau, ada dua keuntungan dalam memberlakukan sistem muqasamah, yaitu pertama peningkatan pendapatan baitalmal. Karena sistem ini menilai berdasarkan jumlah total produksi, sehingga akan kebal terhadap fluktuasi harga benih. Kedua mencegah ketidak adilan bagi para membayar pajak
2. Administrasi Kharaj
Dalam hal administrasi kharaj Abu Yusuf menolak praktik taqbil (qabalah). Taqbil adalah sistem pengumpulan kharaj dimana sesorang biasanya dari penduduk local, mengajukan diri kepada penguasa untuk bertanggung jawab untuk memungut dan menghimpun kharaj di wilayahnya. Abu Yusuf tidak menyetujui sistem taqbil, karena menurutnya praktiksemacam ini akan menjadi penyebab kehancuran Negara. Abu Yusuf menyarankan agar pemerintah memiliki departemen khusus untuk menangani persoalan kharajdengan aparan yang terlatih dan professional. Disamping itu, untuk melindungi para pembayar pajak dan menjamin pendapatan Negara, Abu Yusuf meminta pemerintah untuk mlakukan survei secara tepat terhadap dan nilai baranv yang dikenai pajak, ia berpendapat pajak harus ditentukan dengan jelas dan tidak berdasarkan dugaan. Abu Yusuf menganjurkan agar gaji mereka diambil dari bait al mal dan bukan dari pembayar kharaj secara langsung. Prinsip utama yang disampaikan Abu Yusuf tentang pajak adalah: agar ditetapkan atas harta benda rakyat yang melebihi kebutuhan mereka: agar hal itu diteta[kan atas kerelaan merekan (tidak terpaksa) agar seseorang tidak terbebani sesuatu yang tidak dipikulnya: agar pajak tersebut diambilkan dari orang-orang kaya dan diberikan kepada fakir miskin dikalangan rakyat.
D. Pemikiran Abu Yusuf Tentang Keuangan Publik Islam
Penerimaan Negara dalam daula islamiah menurut Abu Yusuf dibagi kedalam ketiga kategori yaitu:
1. Ghanimah
Ghanimah Abu Yusuf mengatakan jika ghanimah didapat sebagai hasil pertempuran dengan pihak musuh maka pendistribusiannya harus dibagi sesuai dengan Alquran yaitu 1/5 atau 20% untuk Allah dan Rasulnya serta orang-orang miskin dan kerabat, sedangkan sisanya untuk mereka yang ikut berperang. Penerimaan yang bersifat insidental diinterpretasikan dari Alquran dalam Surah al- Anfal ayat 41.
2. Zakat
Sebagai salah sau instrument keuangan. Zakat tetap menjadi salah satu sumber keuangan Negara pada saat itu. Diantara objek zakat yang menjadi objek perhatiannya adalah:
Pertama, zakat pertanian, jumblah pembayaran zakat pertanian adalah sebesar usyr yaitu sebesar 10% dan 5%, tergantung dari jenis tanah dan irigasi. Tanah yang tidak banyak membutuhkan tenaga untuk penyiapan sarana pengairan, jumlah pajaknya 10%, sedangkan tanah yang memerlukan kerja keras untuk menyediakan saluran air dan irigasi, jumlah pajaknya 5%.
Kedua, objek zakat yang menjadi perhatian Abu Yusuf adalah zakat dari hasilmineral atau barang tambang lainya . abu Yusuf dan ulama hanafiyah berpendapat bahwa standar zakat untuk barang tersebut, tarifya seperti ghanimah, yaitu 1/5 atau 20% dari total produksi
3. Harta (fay’)
Fay adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum muslim dari orang kafir tanpa perperangan, termasuk harta yang mengikutinya, yaitu kharaj tanah tersebut, jizyah perorangan dan usyr dari perdagangan. Semua harta fay dan harta mengikutinya berupa kharaj, jizyah dan usyr merupakan harta yang boleh dimanfaatkan oleh kaum muslimin dan disimpan dalam Baitul Mal, semuanya termasuk kategori pajak dan merupakan sumber pendaptan tetap bagi Negara, harta tersebut dapat dibelanjakan untuk memelihara dan mewujudkan kemaslahatan masyarakat.
4. Jizyah (pool tax)
Jizyah merupakan pajak yang diwajibkan kepada masing-masing individu non muslim yang berada di bawah pemerintahan Islam seperti Ahli Kitab. Ada juga yang mengatakan bahwa jizyah adalah pajak yang dibebankan kepada masing-masing individu non muslim yang bertujuan untuk merendahkan kekafiran mereka. Adapun dalam hal ini Allah SWT berfirman didalam Alquran surah At-Taubah ayat 29. Abu Yusuf berkata: Jizyah wajib bagi setiap ahli zimmah baik yang di Sawwad dan lainnya dari penduduk merdeka dan seluruh negeri Yahudi, Nasrani, Majusi, Sabitsina dan Samirah selain Narani dari Bani Taghallub dan negeri Najrani, dan yang wajib membayar zakat dari mereka adalah kaum lelaki saja, dan tidak diwajibkan kepada wanita dan anak kecil. Bagi yang mampu membayar empat puluh delapan, dan orang yang sederhana mendapat dua puluh empat, sementara orang yang membutuhkan atau orang yang kurang mampu dari golongan pekerja dan petani sebesar delapan belas dan akan ditagih setiap tahunnya. Dan jika mereka memiliki hewan ternak dan perhiasan dan lain-lain. Maka yang dihitung adalah harganya, dan jizyah tidak diambil berupa barangnya jika barang tersebut berupa bangkai, babi, khamar. Karena Umar melarang mengambil jizyah dari barang-barang tersebut. Umar berkata: hendaknya kalian menjual dan mengambil hartanya hal ini berlaku bagi ahli jizyah (Abu Yusuf, 1302 H:122).
5. Usyr (Bea Cukai)
Usyur adalah pajak yang dikenakan atas barang-barang dagangan yang masuk ke negara Islam. Usyur belum sempat dikenal di masa Nabi SAW dan di masa Abu Bakar Siddiq RA. Permulaan diterapkannya usyur di negara Islam adalah di masa Amirul Mukminin Umar bin Al-Khathab yang berlandaskan demi penegakan keadilan. Usyur telah diambil dari para pedagang kaum Muslimin jika mereka mendatangi daerah lawan. Maka dalam rangka penerapan perlakuan yang seimbang terhadap mereka, Umar bin Al-Khathab memutuskan untuk memperlakukan pedagang non Muslim dengan perlakuan yang sama jika mereka masuk ke negara Islam (Quthb Ibrahim Muhammad, 2002:100).
Dalam pengumpulan bea, Abu Yusuf mensyaratkan dua hal yang harus dipertimbangkan. Pertama, barang-barang tersebut adalah barang-barang yang dimaksudkan untuk diperdagangkan. Kedua, nilai barang yang dibawa tidak kurang dari 200 dirham. Dalam hal pendistribusian pendapatan negara, Abu Yusuf mengingatkan hendaknya hal tersebut ditujukan demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Alquran sendiri telah memerintahkan agar pendistribusian harta dilakukan secara adil dan tidak menumpuk di tangan segelintir orang. Berkaitan dengan hal ini, Abu Yusuf mengutip pernyataan Khalifah Umar ibn Khattab, yaitu: “Pajak dibenarkan jika dipungut dengan cara yang adil dan sah digunakan secara adil dan sah pula. Berkaitan dengan pajak yang dipungut, aku menganggap diriku sendiri seperti wali kekayaan seorang anak yatim. Masyarakat memiliki hak untuk bertanya apakah saya menggunakan pajak yang terkumpul itu dengan cara yang sah” (Abu Yusuf, 1302 H, 117).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep perpajakan menurut Abu Yusuf yaitu dapat dilihat berdasarkan jenis pajaknya yaitu kharaj, fa‟i, ghanimah, jizyah dan usyur, yang semua dananya dikumpulkan di baitul mal dan kemudian dialokasikan kepada yang membutuhkan sesuai dengan jenis pajaknya, besaran tarif yang dikenakan pada setiap jenis pajak yang dipungut dan pengawasan yang ketat terhadap para pemungut pajak untuk menghindari korupsi dan penindasan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa pajak menurut Abu Yusuf adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap sumber harta yang diperoleh dari kharaj (pajak atas tanah yang dirampas dari tangan kaum kafir, baik dengan peperangan maupun damai), fa‟i (harta yang diperoleh tanpa melalui peperangan), ghanimah (harta yang diperoleh melalui peperangan), jizyah (pajak terhadap kaum non muslim), usyur (pajak yang dikenakan atas barang dagangan yang keluar masuk negara Islam).
2. Dalil dan argumentasi Abu Yusuf dalam hal konsep perpajakan yaitu:
a. Dalam hal kharaj, yang menjadi dalil Abu Yusuf adalah surah Al-Hasyr ayat 7-10 dan argumentasi Abu Yusuf tentang kharaj bahwa pada masanya ada wilayah yang tidak ditanami selama ratusan tahun dan para petani tidak mempunyai kemampuan untuk menghidupkannya. Dalam situasi demikian, pajak yang menetapkan ukuran panen yang pasti atau jumlah uang tunai yang pasti akan membebani para pembayar pajak dan hal itu dapat mengganggu kepentingan keuangan publik. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah pajak yang pasti berdasarkan ukuran tanah (baik yang ditanami maupun tidak) dibenarkan hanya jika tanah tersebut subur. Oleh karena itu, tidak dibenarkan untuk membebani pajak yang pasti tanpa mempertimbangkan kesuburan tanah tersebut karena hal itu akan mempengaruhi para pemilik tanah yang tidak subur.
b. Dalam hal fa‟i, yang menjadi dalil Abu Yusuf adalah surah Al-Hasyr ayat 7.
c. Dalam hal ghanimah, yang menjadi dalil Abu Yusuf adalah surah AlAnfal ayat 41.
d. Dalam hal jizyah yang menjadi dalil Abu Yusuf adalah surah AtTaubah ayat 29 dan hadis Rasulullah SAW yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW telah mengambil jizyah dari orang-orang Majusi negeri Hajar serta argumentasi Abu Yusuf dalam hal jizyah, jika mereka memiliki hewan ternak dan perhiasan dan lain-lain. Maka yang dihitung adalah harganya, dan jizyah tidak diambil berupa barangnya jika barang tersebut berupa bangkai, babi, khamar. Karena Umar melarang mengambil jizyah dari barang-barang tersebut.
e. Dalam hal usyur, sumbernya bukan dari Alquran dan bukan pula dari Sunnah Nabi SAW melainkan ijtihad dari khalifah dan para sahabat. Permulaan diterapkannya usyur di negara Islam adalah di masa Amirul Mukminin Umar bin Al-Khathab yang berlandaskan demi penegakan keadilan. Tarif usyur yang ditetapkan yaitu jika muslim dikenakan 2,5% dari total barang yang dibawanya, sedangkan ahli zimmah dikenakan tarif 5% dan kafir harbi dikenakan 10%.
DAFTAR PUSTAKA
AL-INTANJ VOL.3,NOMOR.1,MARET 2017 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM, P-ISSN:2476-8774/E-ISS:2621-668X
Muhammad Fauzan: Konsep Perpajakan Menurut Abu Yusuf. HUMAN FALAH: Volume 4. No. 2 Juli – Desember 201
Wulandari Citra Aryan: Pemikiran Abu Yusuf terhadap keuangan publik di Implementasikan terhadap keuangan Publik Indonesia