MAKALAH PERIODE ABBASIYAH
A. Pendahuluan
Dalam peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah peradaban ummat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan ummat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang.
Pada masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu dibidang Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan. Hal inilah yang perlu untuk kita ketahui sebagai acuan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa peradaban ummat Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui kesuksesan negara-negara Eropa.
Dengan kita mengetahui bahwa dahulu peradaban ummat Islam itu diakui oleh seluruh dunia, maka akan memotifasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai sejarah peradaban ummat Islam sehingga kita akan mencoba untuk mengulangi masa keemasan itu kembali nantinya oleh generasi ummat Islam saat ini.
B. Proses Peralihan Kekuasaan dari Dinasti Umayyah kepada Dinasti Abbasiyah
Kelahiran bani Abbasiyah erat kaitannya dengan gerakan oposisi yang di lancarkan oleh golongan syi'ah terhadap pemerintahan Bani Umayyah. Golongan Syi'ah selama pemerintahan Bani Umayyah merasa tertekan dan tersingkir karena kebijakan-kebijakan yang di ambil pemerintah. Hal ini bergejolak sejak pembunuhan terhadap Husein Bin Ali dan pengikutnya di Karbela.[1]
Gerakan oposisi terhadap Bani Umayyah dikalangan orang syi'ah dipimpin oleh Muhammad Bin Ali, ia telah di bai'ah oleh orang-orang syi'ah sebagai imam. Tujuan utama dari perjuangan Muhammad Bin Ali untuk merebut kekuasaan dan jabatan khalifah dari tangan Bani Umayyah, karena menurut keyakinan orang syi'ah keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi imam atau khalifah, yang berhak adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan bani umayyah bukan berasal dari keturunan Ali Bin Abi Thalib.
Pada awalnya golongan ini memakai nama Bani Hasyim, belum menonjolkan nama Syi'ah atau Bani Abbas, tujuannya adalah untuk mencari dukungnan masyarakat. Bani Hasyim yang tergabung dalam gerakan ini adalah keturunan Ali Bin Abi Thalib dan Abbas Bin Abdul Muthalib. Keturunan ini bekerjasama untuk menghancurkan Bani Umayyah.
Strategi yang digunakan untuk menggulingkan Bani Umayyah ada dua tahap :
Gerakan secara rahasia
Propoganda Abbasiyah dilaksakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia, akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika ia telah mengetahui bahwa ia akan di eksekusi dan memerintahkan untuk pindah ke kuffah.
Tahap terang-terangan dan terbuka secara umum
Tahap ini dimulai setelah terungkap surat rahasia Ibrahim bin Muhammad yang ditujukan kepada Abu Musa Al-Khurasani Agar membunuh setiap orang yang berbahasa Arab di Khurasan. Setelah khalifah Marwan bin Muhammad mengetahi isi surat rahasia tersebut ia menangkap Ibrahim bin Muhammad dan membunuhnya. Setelah itu pimpinan gerakan oposisi dipegang oleh Abul Abbas Abdullah bin Muhammad as-saffah, saudara Ibrahim bin Muhammad.[2]
Abul Abbas sangat beruntung, karena pada masanya pemerintahan Marwan bin Muhammad telah mulai lemah dan sebaliknya gerakan oposisi semakin mendapat dukungan dari rakyat dan bertambah luas pengaruhnya. Keadaan ini tambah mendorong semangat Abul Abbas untuk menggulingkan khalifah Marwan bin Muhammad dari jabatannya. Untuk maksud tersebut Abul Abbas mengutus pamannya Abdullah bin Ali untuk menumpas pasukan Marwan bin Muhammad.
Pertempuran terjadi antara pasukan yang dipimpin oleh khalifah Marwan bin Muhammad dengan pasukan Abdullah bin Ali di tepi sungai Al-Zab Al-Shagirdi, Iran. Marwan bin Muhammad terdesak dan melarikan diri ke Mosul, kemudian ke palestina, Yordania dan terakhir di Mesir. Abdullah bin Ali terus mengejar pasukan Marwan bin Muhammad sampai ke Mesir dan akhirnya terjadi pertempuran disana. Marwan bin Muhammad pun akhirnya tewas karena pasukannya sudah sangat lemah yaitu pada tanggal 27 Zulhijjah 132 H/750 M.
Pada tahun 132 H/ 750 M Abul Abbas Abdullah bin Muhammad diangkat dan di bai'ah menjadi khalifah , dalam pidato pembaiatan tersebut , ia antara lain mengatakan "saya berharap semoga pemerintahan kami ( Bani Abbas ) akan mendatangkan kebaikan dan kedamaian pada kalian. Wahai penduduk kuffah, bukan intimidasi, kezaliman, malapetaka dan sebagainya. Keberhasilan kami beserta ahlul Bait adalah berkat pertolongan Allah SWT.
Hai penduduk kuffah, kalian adalah tumpuan kasih sayang kami, kalian tidak pernah berubah dalam pandangan kami, walaupun penguasa yang zalim (Bani Umayyah) telah menekan dan menganiaya kalian. Kalian telah dipertemukan oleh Allah dengan Bani Abbas, maka jadilah kalian orang-orang yang berbahagia dan yang paling kami muliakan, ketahuilah, hai penduduk koufah, saya adalah al-saffah".[3]
C. Sejarah Pendirian Bani Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M oleh Abul Abbas Ash-shaffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Bani Abbas melewati rentang waktu yang sangat panjang, yaitu lima abad dimulai dari tahun 132-656 H/750-1258 M. Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh bani Hasyim (alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib.
Kota Humaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-Imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar –dasar berdirinya Dinasti Abbasiyah. Ia menyiapkan strategi perjuangan menegakkan kekuasaan atas nama keluarga Rasulullah. Para penerang dakwah Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.
Setelah Abul Abbas resmi menjadi khalifah ia tidak lagi mengambil Damaskus sebagai pusat pemerintahan tetapi ia memilih Koufah sebagai pusat pemerintahannya, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1) Para pendukung Bani Umayyah masih banyak yang tinggal di Damaskus.
2) Kota Koufah jauh dari Persia, walaupun orang-orang Persia merupakan tulang punggung Bani Abbas dalam menggulingkan Bani Umayyah.
3) Kota Damaskus terlalu dekat dengan wilayah kerajaan Bizantium yang merupakan ancaman bagi pemerintahannnya, akan tetapi pada masa pemerintahan khalifah Al-Mansur (754-775 M ) dibangun kota Baghdad sebagai ibu kota Dinasti Bani Abbas yang baru.[4]
D. Bentuk dan Kebijakan Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Kekalifahan Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Kekalifahan sebelumnya yakni Bani Umayyah, dimana pendiri dari kekalifahan ini adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
· Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
· Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
· Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
· Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
· Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.[5]
E. Pencapaian dan Kemajuan Dinasti Abasiyyah
Peradaban dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaannya pada masa Abbasiyyah. Hal tersebut dikarenakan dinasti Abbasiyyah pada periode awal lebih menekankan pembinaan dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah, serta menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Disini letak perbedaan pokok antara Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyyah.
Puncak kejayaan dinasti Abbasiyyah terjadi pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan anaknya al-Makmun (813-833 M). Ketika al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin meski ada pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika utara hingga ke India.
Di masanya berkembang ilmu pengetahuan agama seperti ilmu al-Qur’an, Qiraat, Hadis, Fiqh, ilmu kalam, bahasa dan sastra. Salah satu karya sastra yang sangat fenomenal di masa itu adalah Alf Lailah Wa Lailah (seribu satu malam). Disamping itu berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, astronomi, musik, kedokteran, al- jabar, aritmatika, geografi, dan kimia. Karena kecintaannya terhadap ilmu, maka didirikanlah perpustakaan sekaligus lembaga ilmu pengetahuan yang diberi nama Baitul Hikmah, di dalamnya orang dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Ilmu-ilmu umum masuk ke dalam Islam melalui terjemahan dari bahasa Yunani, Persia dan India. Pada masa al-Makmun, beliau memerintahkan supaya dibeli dan dikumpulkan untuknya buku-buku karya bangsa asing, kemudian diterjemahkan kedalam bahasa arab, lalu dikumpulkan di Baitul Hikmah. Di antara penerjemah yang masyhur adalah Hunain bin Ishak, seorang Kristen Nestorian yang banyak menerjemahkan buku-buku Yunani kedalam bahasa Arab.
Ia menerjemahkan kitab Republick dari Plato, dan kitab Katagori, Metafisika, Magna Moralia dari Aristoteles. Lalu ada al-Hajaj bin Yusuf bin Matr telah menerjemahkan untuk al-Makmun beberapa buah buku karya Euclides dan buku Ptolemy. Sehingga pada zamannya itulah lahir filosof Arab yang terkenal seperti al-Kindi dan ahli astronomi al-Khawarizmi yang menyusun ringkasan astronomi berdasarkan ilmu Yunani dan India.[6]
Berikut daftar beberapa kemajuan yang berhasil dicapai pada masa Dinasti Abbasiyyah:
1. Bidang Agama.
a. Fiqh
Para tokoh bidang fiqih dan pendiri mazhab, antara lain:
1) Imam Abu Hanifah (700-767 M).
2) Imam Malik (713-795 M).
3) Imam Syafi’i (767-820 M).
4) Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).
b. Ilmu Tafsir
Para tokoh bidang ilmu Tafsir, antara lain:
1) Ibnu Jarir Al-Tabari
2) Ibnu Atiyah al-Andalusi
3) Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani.
c. Ilmu Hadis
Para tokoh ilmu Hadis, antara lain:
1) Imam Bukhari
2) Imam Muslim
3) Ibnu Majah
4) Abu Dawud
5) Imam al-Nasa’i
6) Imam Baihaqi.
Para ahli ilmu kalam (teologi), antara lain:
1) Imam Abu Hasan al-Asy’ari (260 H/873 M - 324 H/935 M).
2) Imam Abu Mansur Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi (w.333 H/944 M).
3) Zamakhsyari (w. 528 H), tokoh Mu’tazilah sekaligus pengarang kitab Tafsir al-Kasysya.
e. Ilmu Bahasa
Diantara ilmu bahasa yang berkembang pada masa dinasti Abbasiyyah adalah ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, ilmu Bayan, ilmu Badi’, dan ilmu Arudh. Bahasa Arab dijadikan bahasa ilmu pengetahuan, di samping alat komunikasi antar bangsa, tokohnya antara lain:
· Imam Sibawaih (w. 183 H), karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman.
· Abu Zakaria al-Farra (w. 208 H), kitab Nahwunya terdiri dari 6.000 halaman lebih.
2. Bidang Umum
a. Filsafat
Para filusuf Islam kala itu antara lain:
· Abu Ishaq al-Kindi (809-873 M), karyanya lebih dari 231 judul.
· Abu Nasr al-Farabi (961 M), karyanya lebih dari 12 buku. Dijuluki al-Mua’llimuts Tsani ( the second teacher), guru kedua, sedang guru pertama bidang filsafat adalah Aristoteles.
· Ibnu Sina, terkenal dengan Avicenna (980-1037 M), menghidupkan kembali filsafat Yunani aliran Aristoteles dan plato.
· Ibnu Tufail (w. 581 H), penulis buku novel filsafat Hayy bin Yaqzan.
· Al-Gazali (1058-1111 M), dijuluki Hujjatul Islam. Karyanya antara lain: Maqasid al-Falsafiyyah, Tahafut al-falsafiyyah, dan Ihya Ulumuddin.
· Ibnu Rusyd dikenal dengan Averros (1126-1198 M), seorang filosof, dokter, dan ulama. Karyanya antara lain: Mabadi al-Falsafiyyah, Tahafut al-Tahafut al-Falsafiyyah, al-Kuliah fi al-Tib , dan Bidayah al-Mujtahid.
b. Ilmu Kedokteran.
· Ibnu Sina (Avicenna)
Karyanya yang terkenal adalah al-Qanun fi al-Tib tentang teori dan praktik ilmu kedokteran serta membahas pengaruh obat-obatan. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa, Canon of Medicine.
· Abu Bakar ar-Razi (Rhazez) (864-932 M)
Dikenal sebagai “ Galien Arab”. Tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles, penulis buku mengenai kedokteran anak.
c. Matematika
Terjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, menghasilkan karya-karya dalam bidang matematika. Di antara ahli matematika yang terkenal adalah al-Khawarizmi. Al-Khawarizmi adalah pengarang kitab al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung), dan penemu angka nol. Sedangkan angka lain: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 disebut angka arab karena diambil dari Arab. Sebelumnya dikenal angka Romawi I, II, III, IV, V dan seterusnya. Tokoh lain adalah Abu al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin al-Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli ilmu matematika.
d. Farmasi
Di antara ahli farmasi pada masa dinasti Abbasiyah adalah:
· ibnu Baithar, karyanya yang terkenal adalah al-Mughni (berisi tentang obat-obatan),
· Jami al-Mufradat al-Adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).
e. Ilmu Astronomi
Kaum muslimin mengkaji dan menganalisis berbagai aliran ilmu astronomi dari berbagai bangsa seperti Yunani, India, Persia, Kaldan, dan ilmu falak Jahiliah. Di antara ahli astronomi Islam adalah:
· Abu Mansur al-Falaki (w. 272 H). karyanya yang terkenal adalah Isbat al-Ulum dan Hayat al-Falak.[9]
· Jabir al-Batani (w.319 H). al-Batani adalah pencipta teropong bintang pertama. Karyanya yang terkenal adalah kitab Ma’rifat Mathiil Buruj Baina Arbai al-Falak.
· Raihan al-Biruni (w.440). karyanya adalah al-Tafhim li awal as-Sina al-Tanjim.
f. Geografi
Dalam bidang geografi umat Islam sangat maju, karena sejak semula bangsa Arab merupakan bangsa pedagang yang biasa menempuh jarak jauh untuk berniaga. Di antara wilayah pengembaraan umat Islam adalah umat Islam mengembara ke Cina dan Indonesia pada masa-masa awal kemunculan Islam.
Di antara tokoh ahli geografi yang terkenal adalah:
1) Abul Hasan al-Mas’udi (w.345 H/956 M), seorang penjelajah yang mengadakan perjalanan sampai Persia, India, Srilanka, Cina, dan penulis buku Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir.
2) Ibnu Khurdazabah (820-913 M) berasal dari Persia yang dianggap sebagai ahli geografi Islam tertua. Di antara karyanya adalah Masalik wa al-Mamalik, tentang data-data penting mengenai sistem pemerintahan dan peraturan keuangan.
3) Ahmad el-Yakubi, penjelajah yang pernah mengadakan perjalanan sampai ke Armenia, Iran, Mesir, Maghribi, dan menulis buku al-Buldan.
4) Abu Muhammad al-hasan al-Hamadani (w.334 H/946 M), karyanya berjudul Sifatu Jazirah al-Arab.
g. Sejarah
Masa dinasti Abbasiyah banyak muncul tokoh-tokoh sejarah. Beberapa tokoh sejarah antara lain:[10]
· Ahmad bin Ya’kubi (w.895 M) karyanya adalah al-Buldan (negeri-negeri), al-Tarikh (sejarah).
· Ibnu Ishaq.
· Abdullah bin Muslim al-Qurtubah (w.889 M), penulis buku al-Imamah wa al-Siyasah, al-Ma’arif, Uyunul Ahbar, dan lain-lain.
· Ibnu Hisyam.
· Al-Tabhari (w.923 M), penulis buku kitab al-Umam wa al-Muluk.
· Al-Maqrizi
· Al-Baladzuri (w.892 M), penulis buku-buku sejarah.
h. Sastra
Dalam bidang sastra, Baghdad merupakan kota pusat seniman dan sastrawan. Para tokoh sastra antara lain:
1) Abu Nawas, salah seorang penyair terkenal dengan karya cerita humornya.
2) Al-Nasyasi, penulis buku alfu lailah wa lailah (the Arabian night), adalah buku cerita sastra Seribu satu Malam yang sangat terkenal dan diterjemahkan ke dalam hampir seluruh bahasa dunia.[11]
F. Faktor-Faktor yang Memepengaruhi Ketinggian Peradaban
Kemajuan ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan di masa Dinasti Abbasiyah paling tidak ditentukan oleh dua hal yaitu:
1. Terjadinya asimilasi antara bahasa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastra. Bangsa India terlihat dalam bidang ilmu kedokteran, matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan di berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.
2. Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase.
· Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq.
· Fase kedua, pada masa al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku dalam bidang filsafat dan kedokteran adalah yang paling banyak diterjemahkan.
· Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-bidang ilmu lainnya yang diterjemahkan semakin meluas.
Dengan demikian, Dinasti Abbasiyah dengan pusatnya di Baghdad sangat maju sebagai pusat peradaban dan pusat ilmu pengetahuan.
G. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Kebesaran, keagungan, kemegahan, dan gemerlapnya Baghdad sebagai pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah seolah-olah hanyut dibawa sungai Tigris, setelah kota itu dibumihanguskan oleh tentara Mongol di bawah Hulaggu Khan pada tahun 1258 M. semua bangunan kota termasuk istana emas tersebut dihancurkan pasukan Mongol, meruntuhkan perpustakaan yang merupakan gedung ilmu, dan membakar buku-buku yang ada di dalamnya. Pada tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk, dan pada tahun 1508 M oleh tentara Kerajaan Safawi.
Menurut W. Montgomery Watt, bahwa beberapa factor yang menyebabkan kemunduran pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut.
· Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintah sangat rendah.
· Dengan profesionalisme angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
· Keuangan Negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk bayaran tentara sangat besar. Pada saat kekuasaan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
Sedangkan menurut DR. Badri Yatim, M.A. di antara hal yang menyebabkan kemunduran daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut.[12]
1. Persaingan antara bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah dinasti Abbasiyah berdiri, Bani Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antarbangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa unutk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.
2. Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan pemerintah yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari pada yang keluar, sehingga Baitul Mal penuh dengan harta. Setelah khilafah mengalami periode kemunduran, pendapatan Negara menurun, dan dengan demikian terjadi kemerosotan dalam bidang ekonomi.
3. Konflik keagamaan
Pada periode Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga mengakibatkan terjadi perpecahan. Berbagai aliran keagamaan seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Ahlus sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
4. Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan sosial yang berkepanjangan.
5. Perang Salib
Perang salib merupakan sebab dari eksternal umat Islam. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian pemerintahan Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara Salib sehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.[13]
6. Serangan Bangsa Mongol (1258 M)
Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada kekuatan Mongol.
H. Akhir Kekuasaan Dinasti Abbasiyah
Baghdad dihancurkan dan diratakan dengan tanah. Pada mulanya Hulagu Khan mengirim suatu tawaran kepada Khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir Al-Mu'tashim billah untuk bekerja sama menghancurkan gerakan Assassin. Tawaran tersebut tidak dipenuhi oleh khalifah. Oleh karena itu timbullah kemarahan dari pihak Hulagu Khan. Pada bulan september 1257 M, Khulagu Khan melakukan penjarahan terhadap daerah Khurasan, dan mengadakan penyerangan didaerah itu. Khulagu Khan memberikan ultimatum kepada khalifah untuk menyerah, namun khalifah tidak mau menyerah dan pada tanggal 17 Januari 1258 M tentara Mongol melakukan penyerangan.
Pada waktu penghancuran kota Baghdad, khalifah dan keluarganya dibunuh disuatu daerah dekat Baghdad sehingga berakhirlah Bani Abbasiyah. Penaklukan itu hanya membutuhkan beberapa hari saja, tentara Mongol tidak hanya menghancurkan kota Baghdad tetapi mereka juga menghancurkan peradaban ummat Islam yang berupa buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah hasil karya ummat Islam yang tak ternilai harganya. Buku-buku itu dibakar dan dibuang ke sunagi Tigris sehingga berubah warna air sungai tersebut, dari yang jernih menjadi hitam kelam karena lunturan air tinta dari buku-buku tersebut.[14]
I. KESIMPULAN
Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan ummat Islam yang merupakan masa keemasan dan kejayaan dari peradaban ummat Islam yang pernah ada. Pada masa Bani Abbasiyah kekayaan negara melimpah ruah dan kesejahteraan rakyat sangat tinggi. Pusat peradaban Islam mengalami kemajuan yang pesat sehingga pada masa ini banyak muncul para tokoh ilmuan dari kalangan Ummat Islam
Namun diakhir pemerintahan Khalifah Bani Abbasiyah, Islam mengalami keterpurukan yang sangat parah. Hal ini disebabkan dari serangan tentara Mongol yang telah mengahncurkan pusat peradaban Ummat Islam di Baghdad dan mengahancurkan Pusat ilmu pengetahuan yaitu Baitul Hikmah, yang berisi buku-buku karangan pakar ilmu ummat Islam yang tak ternilai harganya
DAFTAR PUSTAKA
Munir, Amin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah. 2010
Abdul, Karim. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007
Maidir dan Firdaus. Sejarah Peradaban Islam jilid II. Padang : IAIN-IB Press. 2001
[2]Munir, Amin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah. 2010
[3]Munir, Amin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah. 2010