MAKALAH
LANDASAN FILOSOFIS DAN NORMATIF ETIKA BISNIS ISLAM
ABSTRAK
Manusia dengan segala unsur potensi natular yang terdiri dari nalar, ratio, insting dan spiritual yang dimiliki dalam sejarah kebudayaannya sangat potensial untuk menemukan suatu landasan filosofis dan argumentatif untuk pengaturan didalam perikehidupan individual dan dan bermasyarakat dalam mencapai tujuan bersama. Islam dengan sumber ajaran wahyu dan sunah Nabi telah terlebih dahulu menjadi bahaan acuan yang penting dalam mengatur peri kehidupan antar sesaama manusia dan alam, demikian jga dengan hubungan dengan penciptanya (al-Khaliq). Pada mumentum perjalanan pemikiran manusia sering menggunakan aalaam fikiran dan logika yang dimiliki tetapi didahului dengan menggunakan sumber-sumber wahyu yang memperkaya hasil temuan pengaturan didalam etika bisnis islam.
PENDAHULUAN
Etika dalam islam mengacu pada dua sumber yaitu al-quran dan sunnah atau hadist nabi, dua sumber ini merupakan dua sentral segala sumber yang membimbing segala perilaku dalam menjalankan ibadah, perbuatan atau aktifitas umat islam yang benar-benar menjalankan ajaran islam. Tetapi dalam implementasi pemberlakuan dua sumber ini sesuai dengan tuntutan perkembangan budaya dan zaman. Oleh karena itu diperlukan proses pemikiran dan logika yang terbimbing oleh nalar sehat, pikiran jernih, nurani yang cerdas dalam pemahaman ayat-ayat al-quran dan sunah nabi dalam rangka memperoleh filososfi etika didalam masyarakat islam.
Maka secara filosofis etika islam berdasarkan diri pada nalar ilmu dan agama untuk menilai suatau perilaku manusia. Landasan penilaian ini dalam praktek penilaian dimasyarakat sering kita temukan bahwa secara agama dinilai buruk atau jahat dan diperkuat denga argumen ilmiah atau ilmu dan agama islam. Bahkan sering didalam perjalanan pengembangan filosof dan para ilmuwa telah banyak membuktikan kebenaran agama ( islam) secara ilmiah untuk berbagai bidang dan aspek paragdima ilmu pengetahuan termasuk ilmu pengetahuan perilaku manusia dalam hubungannya dengan manusia dan alam sekitar.
Maka secara filosofis etika islam berdasarkan diri pada nalar ilmu dan agama untuk menilai suatau perilaku manusia. Landasan penilaian ini dalam praktek penilaian dimasyarakat sering kita temukan bahwa secara agama dinilai buruk atau jahat dan diperkuat denga argumen ilmiah atau ilmu dan agama islam. Bahkan sering didalam perjalanan pengembangan filosof dan para ilmuwa telah banyak membuktikan kebenaran agama ( islam) secara ilmiah untuk berbagai bidang dan aspek paragdima ilmu pengetahuan termasuk ilmu pengetahuan perilaku manusia dalam hubungannya dengan manusia dan alam sekitar.
PEMBAHASAN
A. Landasan filosofis etika dalam islam
[1]Etika dalam islam mengacu pada dua sumber yaitu al-quran dan sunnah atau hadist nabi, dua sumber ini merupakan dua sentral segala sumber yang membimbing segala perilaku dalam menjalankan ibadah, perbuatan atau aktifitas umat islam yang benar-benar menjalankan ajaran islam. Tetapi dalam implementasi pemberlakuan dua sumber ini sesuai dengan tuntutan perkembangan budaya dan zaman.
Oleh karena itu diperlukan proses pemikiran dan logika yang terbimbing oleh nalar sehat, pikiran jernih, nurani yang cerdas dalam pemahaman ayat-ayat al-quran dan sunah nabi dalam rangka memperoleh filososfi etika didalam masyarakat islam. Buka kah Allah menntut dalam Al-Quran kepada umat manusia agar menggunakan akal dalam mensikapi kehidupan yang dinamis ini.
Manusia dengan segala unsur potensi natular yang terdiri dari nalar, ratio, insting dan spiritual yang dimiliki dalam sejarah kebudayaannya sangat potensial untuk menemukan suatu landasan filosofis dan argumentatif untuk pengaturan didalam perikehidupan individual dan dan bermasyarakat dalam mencapai tujuan bersama. Peraturan ini dilandasi oleh temuan sebab akibat dari kejadian didalam pergaulan antar manusia dan lingkungannya, sesuai dengan misi, peran manusia yang dilahirkan di dunia dan diberi beban tugas yang harus diemban secara patut dan logis didalam pergaulan.
Hukum alam dan hukum kuasa prima yang menyangkut asal usul alam semesta dan manusia serta hubungan antar manusia sejak awaal peradabaan dalam sejarah umat manusia secara filosofis telah lama menjadi bahan kajian dalam rangka enemukan dan mensentesakan bagaimana sebaiknya dan seharusnya serta sepatutnya hubungan antar manusia dan alam. Hasil olah fikir yang ditemukan manusia ii menjadi kerya yang sering digunakan oleh manusia sendiri dalam mengembangkan kebudayaannya dalam mengatur perikehidupan yang baik dan benar.
Islam dengan sumber ajaran wahyu dan sunah Nabi telah terlebih dahulu menjadi bahaan acuan yang penting dalam mengatur peri kehidupan antar sesaama manusia dan alam, demikian jga dengan hubungan dengan penciptanya (al-Khaliq). Pada mumentum perjalanan pemikiran manusia sering menggunakan aalaam fikiran dan logika yang dimiliki tetapi didahului dengan menggunakan sumber-sumber wahyu yang memperkaya hasil temuan pengaturan didalam etika bisnis islam.
B. Landasan Wahyu dan Ilmu
Masalah etika merupakan pembahasan yang paling dekat dengan tuntunan agama islam. karena didalam etika menjelaskan tentang perilaku dan sikap yang baik, tidak baik, perilaku yang berdemensi pahala dan dosa sebagian konsekuensi perilaku baik dan buruk atau jahaat menurut tuntunan agama islam dimana didalamnya ditentukan norma dan ketentuan-ketentuanya atau ajaran-ajaarannya sebagaimana yang telah dilakukan ketika ilmu fiqih dan ilmu kalam oleh para ulama fiqih dan ulama kalam dizamannya.
Wahyu bagai metodologis berpikirnya manusia dlam menemukan sistem pengaturan kehidupan manusia merupakan sumber pertama yang melandasi filosofi dalam menentukan kreteria nilai baik dan nilaiburuk.adanyaa misis nabi muhammad dengan landasaannya wahyu quran dan hadis. Dimana bekiau diutus kemuka bumi sebagaai rasul guna mengemban untuk meperbaiki ataau menyempurnakan akhlak umat islam.
Perintah Allah didaalam wahyunya memang tidak berhenti hanya pada tataraan beribadah secara ritual belaka, tetapi juga terkait erat dengan perbuatan-perbuatan baik terhadap sesama manusia dan linngkungaan sebagai impelementasi dari ke sasalehan sosial umat islam yang dituntun untuk berlaku baik(beramal saleh). Disampng itu islam dengan waahyu Al-Quran sangat mencelah dan melarang atas perilaku yang buruk dan merugikan terhadap diri sendiri, sesama manusia dan lingkungan. Pada Al-Quran surat Muhammad ayat 22 dan 23 Allah berfirman :
22. Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
23. Mereka Itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.
dan disini jelas bahwa landasn filosofis etika dalam islam mengacu pada wahyu atau firman Allah atau Al-Quran dan sunah rasul disamping itu juga mengacu pada hasil kajian filosofis para mujtahid terbimbinng kema’rifatannya dan teruji kesalehannya.
Dengan perkataan lain karena Al Quran merupakan wahyu (firman Allah) dimana dijmin kebenarannya secarah ilmiah amak ia dijadikan landasan kehidupan ppribadi dalam hubungan dengan masyarakat dan ligkungan. Oleh karena itu etika merupakan cabang filsapat yang mencari hakkat nilai-nilai baik dan jahat dari akibat perilaku manusia yang dilakukan dengan kesadaran berdasarkan pertimbangan naluri dan pertimbangan hal ini mengingat karena persoalan etika merupakan persoalan yang terkait dengan eksistensi manusia dalam hubungan terhadap diri sendiri, sesama manusia dan dengan hubungan terhadap lingkungan baik dalaam konteks hubungan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan agama.
Pengertian etika dalam wacana islam dapat diklasifikaasikan kedalam 6 ukuran atau kategori penilaian atas sesuatu sikap dan perilaku baik buruk benar slah tepat tidak tepat dalaam konteks hubunganya dengan tuhan, hubungan manusia atau kelompok orang lain dalam masyarakat dan lingkungan ini kita lihat dari etika dalam islam.
C. Etika dalam Islam
[2]Etika dalam islam menyangkut norma dan tuntunan atau ajaraan yang mengatur sistem kehidupan individu atau lembaga ( corforate) kelompok lembaga dan masyarakat dalam intaraksi hidup antar individu anatar kelompok atau masyarakat dalam konteks bermasyarakat atau pun dalaam konteks hubungan Allah dengan lingkungan. Didalam etika dalam islam ada sistem penilaian atau perilaku yang bernilai baik dan bernilai buruk.
a. Perilaku bernilai baik
Perilaku baik menyangkut semua perilaku atau aktivitas yang didorong oleh kehendak akal fikiran dan hati nurani dlam kewajibannya menjalankan perintah Allah dan termotivasi untuk menjalankan Ajaran Allah. Hal ini setelah adanya ketentuan yang tertuang didalam status hukum wajib dan anjuran sunah yang mendatangkan pahala bagi perilaku baik.
b. Perilaku bernilai buruk
Perilaku buruk menyangkut semua aktivitas yang dilarang Allah SWT didlam melakukan perilaku manusia buruk atau jahat. Terdorong oleh hawa nafsu, godaan syaitan atau perilaku jahat yang akan mendatangkan dosa bagi pelakunya dalam arti merugikan diri sendiri dan yang berdampak pada orang lain ataau masyarakat.
Pada prinsipnya perilaku buruk atau jahat merupakan perilaku yang dapat merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungan hidup sebagai cermindari melanggar perintahnya dan anjuran dari Allah dan pelanggaran terhadap peraturan uu yang berlaku atau norma dan susialah yang mengatur tatanan kehidupan yang harmonis didalam masyarakat.
D. Filosofi Etika dalam Islam
Dalam konteks filsafat islam perbuatan baik itu dikenal dengan istilah ma’ruf dimana secara kodrati manusia sehat dan normal tau dan mengarti serta menerrima sebagaai kebaikan. Akal sehat dan nuraninya mengetahui dan menyadari akaan hal itu.
Sedangkan perbuatan buruk atau jahat dikenal dengan perbuatan mungkar dimana semua manusia secara kodrati dengan akal budi dan nuraninya dapat mengetahui dan menyadari bahwa perbuatan ini ditolak dan tak diterima oleh akal sehat. Nilai baik atau ma’ruf dan nilai buruk atau mungkar bersifat universal. Hal ini sesuia perintah allah kepada manusi untuk melakukan perbuatan ma’ruf dan meninggalkan mungkar dalam surat 3 ayat 104 :
104. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.
Maka secara filosofis etika islam berdasarkan diri pada nalar ilmu dan agama untuk menilai suatau perilaku manusia. Landasan penilaian ini dalam praktek penilaian dimasyarakat sering kita temukan bahwa secara agama dinilai buruk atau jahat dan diperkuat denga argumen ilmiah atau ilmu dan agama islam. Bahkan sering didalam perjalanan pengembangan filosof dan para ilmuwa telah banyak membuktikan kebenaran agama ( islam) secara ilmiah untuk berbagai bidang dan aspek paragdima ilmu pengetahuan termasuk ilmu pengetahuan perilaku manusia dalam hubungannya dengan manusia dan alam sekitar.
Oleh karena itu kebenaran agama yang didasarkan pada wahyu dari Allah yang dijamin kebenarannya pasti sesuia bahkan terbukti sring diperkuat dengan kebenaran yang dihasilkan oleh ilmu(banyak penelitian ilmu pengetahuan).
E. Landasan Normatif Bisnis Islam
[3]Kegiatan bisnis dalam kacamata islam, bukanlah kegiatan yang boleh dilakukan dengan sembarang dan sesuka hati. Islam memberikan pedoman dalam melakukan kegiatan usaha, mengingat pentingnya masalah ini dan banyakyan manusia tergelincir dalam perkara bisnis. Tentunya ada beberapa landasan normatif dalam bisnis bagi umat muslim, diantaranya :
a. Tauhid (kesatuan)
Tauhid merupakan konsep serba eksklusif dan serba innklusif. Pada tingkat absolut ia membedaka khalik dengan makhluk, memerlukan penyerahan tanpa syarat kepada kehendak-Nya. Tetapi pada eksistensi manusia memberikan suatu prinsip perpaduan yangkuat, sebab Allah SWT semata . konsep tauhid merupakan dimensi vertikal islam sekaligus horizontal yang memadukan segi politik, sosial ekonomi kehidpan manusi menjadi kebulatan yang hommogen yang konsisten dari dalaam dan luar sekaligus terpadu dengan alam luas.
Dari konsep ini, islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini, pengusaha muslim dalam melakukan aktivitas bisnis harus memperhatikan 3 hal, yaitu pertama, tidak diskriminasi terhadap pekerja, penjual, pembeli, mitra kerja atas dasar pertimbangan ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama (QS al-Hujurat/49): 13); Kedua, Allah yang paling ditakuti dan dicintai (QS al-An’am/6: 163); Ketiga, tidak menimbun kekayaan atau serakah, karena hakikatnya kekayaan merupakan amanah Allah (QS al-Kahfi/18: 46).
b. Keseimbangan (Keadilan)
Ajaran Islam berorientasi pada terciptanya karakter manusia yang memiliki sikap dan perilaku yang seimbang dan adil dalam konteks hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain (masyarakat) dan dengan lingkungan. Keseimbangan ini sangat ditekankan oleh Allah dengan menyebut umat Islam sebagai ummatan wasathan. Ummatan wasathan adalah umat yang memiliki kebersamaan, kedinamisan dalam gerak, arah dan tujuannya serta memiliki aturan kolektif yang berfungsi sebagai penengah atau pembenar. Dengan demikian, keseimbangan, kebersamaan, dan kemoderenan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun identitas bisnis.
Alquran telah menjelaskan bahwa pembelanjaan harta benda harus dilakukan dalam kebaikan atau jalan Allah dan tidak pada sesuatu yang dapat membinasakan diri (QS al-Baqarah/2: 195). Harus menyempurnakan takaran dan timbangan dengan neraca yang benar (QS al-Isra/17: 35). Ciri-ciri orang yang mendapat kemuliaan dalam pandangan Allah adalah mereka yang membelanjakan harta bendanya tidak secara berlebihan dan tidak pula kikir, tidak melakukan kemusyrikan, tidak membunuh jiwa yang diharamkan, tidak berzina, tidak memberikan kesaksian palsu, tidak tuli dan tidak buta terhadap ayat-ayat Allah (QS al-Furqan/25: 67-68, 72-73).
Agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud, maka harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Pertama, produksi, konsumsi dan distribusi harus berhenti pada titik keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan konomi dan bisnis dalam genggaman segelintirorang; Kedua, setiap kebahagiaan individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial, karena manusia adalah makhluk teomorfis yang harus memenuhi ketentuan keseimbangan nilai yang sama antara nilai sosial marginal dan individual dalam masyarakat; Ketiga, tidak mengakui hak milik yang tak terbatas dan pasar bebas yang tak terkendali.
c. Kehendak Bebas
Manusia sebagai khalifah di muka bumi sampai batas-batas tertentu mempunyai kehendak bebas untuk mengarahkan kehidupannya kepada tujuan yang akan dicapainya. Manusia dianugerahi kehendak bebas (free will) untuk membimbing kehidupannya sebagai khalifah. Berdasarkan aksioma kehendak bebas ini, dalam bisnis manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian atau tidak, melaksanakan bentuk aktivitas bisnis tertentu, berkreasi mengembangkan potensi bisnis yang ada.
Dalam mengembangkan kreasi terhadap pilihan-pilihan, ada dua konsekuensi yang melekat. Di satu sisi ada niat dan konsekuensi buruk yang dapat dilakukan dan diraih, tetapi di sisi lain ada niat dan konsekuensi baik yang dapat dilakukan dan diraih. Konsekuensi baik dan buruk sebagai bentuk risiko dan manfaat yang bakal diterimanya yang dalam Islam berdampak pada pahala dan dosa (QS al-Nisa/4: 85, QS al-Kahfi/18: 29).
d. Pertanggungjawaban
Segala kebebasan dalam melakukan bisnis oleh manusia tidak lepas dari pertanggungjawaban yang harus diberikan atas aktivitas yang dilakukan sesuai dengan apa yang telah dilakukannya (QS al-Mudassir/74: 38). Kebebasan yang dimiliki manusia dalam menggunakan potensi sumber daya mesti memiliki batas-batas tertentu, dan tidak digunakan sebebas-bebasnya, melainkan dibatasi oleh koridor hukum, norma dan etika yang tertuang dalam Alquran dan sunnah Rasulullah saw. yang harus dipatuhi dan dijadikan referensi atau acuan dan landasan dalam menggunakan potensi sumber daya yang dikuasai. Tidak kemudian digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang terlarang atau yang diharamkan, seperti judi, riba dan lain sebagainya. Apabila digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang jelas-jelas halal, maka cara pengelolaan yang dilakukan harus juga dilakukan dengan cara-cara yang benar, adil dan mendatangkan manfaat optimal bagi semua komponen masyarakat yangsecara kontributif ikut mendukung dan terlibat dalam kegiatan bisnis yang dilakukan.
Pertanggungjawaban ini secara mendasar akan mengubah perhitungan ekonomi dan bisnis karena segala sesuatunya harus mengacu pada keadilan. Hal ini diimplementasikan minimal pada tiga hal, yaitu: Pertama, dalam menghitung margin, keuntungan nilai upah harus dikaitkan dengan upah minimum yang secara sosial dapat diterima oleh masyarakat; Kedua, economic return bagi pemberi pinjaman modal harus dihitung berdasarkan pengertian yang tegas bahwa besarnya tidak dapat diramalkan dengan probabilitas nol dan tak dapat lebih dahulu ditetapkan (seperti sistem bunga); dan Ketiga, Islam melarang semua transaksi alegotoris yang dicontohkan dengan istilah gharar.
e. Ihsan
Ihsan (benevolence) artinya melaksanakan perbuatan baik yang dapat memberikan kemanfaatan kepada orang lain, tanpa adanya kewajiban tertentu yang mengharuskan perbuatan tersebut atau dengan kata lain beribadah, berbuat baik seakan-akan melihat Allah, jika tidak mampu, makayakinlah bahwa Allah melihat apa yang kita kerjakan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika dalam islam mengacu pada dua sumber yaitu al-quran dan sunnah atau hadist nabi, dua sumber ini merupakan dua sentral segala sumber yang membimbing segala perilaku dalam menjalankan ibadah, perbuatan atau aktifitas umat islam yang benar-benar menjalankan ajaran islam. Tetapi dalam implementasi pemberlakuan dua sumber ini sesuai dengan tuntutan perkembangan budaya dan zaman. Oleh karena itu diperlukan proses pemikiran dan logika yang terbimbing oleh nalar sehat, pikiran jernih, nurani yang cerdas dalam pemahaman ayat-ayat al-quran dan sunah nabi dalam rangka memperoleh filososfi etika didalam masyarakat islam. Buka kah Allah menntut dalam Al-Quran kepada umat manusia agar menggunakan akal dalam mensikapi kehidupan yang dinamis ini.
Kegiatan bisnis dalam kacamata islam, bukanlah kegiatan yang boleh dilakukan dengan sembarang dan sesuka hati. Islam memberikan pedoman dalam melakukan kegiatan usaha, mengingat pentingnya masalah ini dan banyakyan manusia tergelincir dalam perkara bisnis. Tentunya ada beberapa landasan normatif dalam bisnis bagi umat muslim
B. Kritik dan saran
Kami menyadari makalah yang kami buat belum sempurna masih banyak kesalahan dan masih banyak yang harus diperbaiki, oleh karena itu kami membutuhkan kritik atapun saran dari para pembaca. Agar kedepannya makal yang kami buat dapat menjadi sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Darwis, Rizal. 2017. Etika Bisnis Pedagang Muslim Di Pasar Senteral Gorontalo
Persefektif Hukum Bisnis Islam.Gorontalo : IAIN Sultan Amai
Gorontalo
Juliyani, Erly.2016. “Etika Bisnis Islam Persefekif Islam” dalam : Jurnal Umum
Maret 2019 pukul 15.40
Muslich, 2004.Etika Bisnis Islam. Jogjakarta: Ekonisia UII
[1] Muslich, Etika Bisnis Islam, (Yogyakarta: EKONISIA), 22-23
[2] Muslich, Etika Bisnis Islam, (Yogyakarta: EKONISIA).Hlm.24
[3]Darwis, Rizal. 2017. Etika Bisnis Pedagang Muslim Di Pasar Senteral Gorontalo Persefektif Hukum Bisnis Islam. Gorontalo: IAIN Sultan Amai Gorontalo. Hlm: 119-121